Jakarta, Aktual.com – Kuasa hukum PT Grand Indonesia, Juniver Girsang menyatakan, kerja sama dengan sistem membangun, mengelola dan menyerahkan antara Hotel Indonesia Natour (Persero) dan Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) – Grand Indonesia tidak melanggar perundang-undangan.
“Kerja sama dengan sistem membangun, mengelola dan menyerahkan (built, operate and transfer/BOT) itu juga berdasarkan perjanjian yang sah,” katanya kepada pers di Jakarta, Minggu (6/3).
Dia mengatakan, tidak sepatutnya perjanjian BOT antara para pihak yang merupakan domain perdata itu dipidanakan. Kerja sama itu justru menguntungkan negara.
“Kami menghormati proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun, kami menganggap perkara ini merupakan domain perdata yang seharusnya tidak serta merta menjadi perkara pidana. Ada baiknya Kejagung bersikap adil dan proporsional dalam perkara ini,” kata Jumiver.
Menurut Juniver, kerja sama BOT itu justru menguntungkan negara. Grand Indonesia telah mengeluarkan total investasi Rp5,5 triliun dalam proyek ini.
Angka ini jauh lebih besar dari ketentuan yang tercantum dalam perjanjian BOT yang mensyaratkan nilai investasi penerima hak BOT sekurang-kurangnya Rp1,2 triliun.
“Negara juga mendapatkan pemasukan dari kewajiban pembayaran pajak penghasilan dari pendapatan atas sewa yang perhitungannya adalah 10 persen dari total pendapatan Grand Indonesia,” ujarnya.
Dia menambahkan, ketika pada tahun 2004, perjanjian BOT ditandatangani para pihak, usia Hotel Indonesia sudah di atas 30 tahun dan belum direnovasi total. Hal ini menyebabkan daya saingnya semakin rendah.
Laba pun rendah dan tidak optimal. Jika dilihat dari sisi kinerja keuangan, selama kurun 1997-2002, Hotel Indonesia-Inna Wisata (HIN) hanya mendapatkan pemasukan rata-rata Rp2 miliar setahun.
Sejak dilakukan kerja sama BOT itu, HIN mendapatkan penerimaan berupa kompensasi BOT sebesar Rp134 miliar atau rata-rata Rp10,3 miliar per tahun.
“Kompensasi ini lebih besar dari nilai manfaat tanah. Apalagi aset atau modal saham HIN tidak dilepaskan dan HIN akan memperoleh kembali obyek BOT pada akhir masa kerja sama dalam kondisi layak operasional,” katanya.
Patut dicatat, kata dia, Grand Indonesia (GI) tidak melakukan penjualan unit Apartemen Kempinski dengan sistem strata-title, tetapi menggunakan sistem sewa jangka panjang selama 30 tahun. Pada tahun 2010, Grand Indonesia menyanggupi untuk melaksanakan opsi perpanjangan dengan membayar Rp400 miliar secara tunai kepada Hotel Indonesia.
“Angka itu sudah di atas 25 persen dari NJOP tanah tahun 2010 yang sebesar Rp385 miliar,” kata Juniver.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara