Pemerintahan Jokowi/JK segera mengembalikan kedaulatan perempuan atas sumber agraria untuk mengeluarkan kebijakan dan melakukan tindakan nyata dengan memastikan akses dan kontrol perempuan atas pengelolaan sumber daya agraria untuk mengembalikan kedaulatan perempuan atas tanah,air dan hutan.

Jakarta, Aktual.com — Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Gerakan Perempuan akan melakukan aksi damai di depan Istana Negara pada Selasa (8/3) dalam memperingati Hari Perempuan Internasional.

“Peringatan Hari Perempuan Internasional mesti menjadi cambuk bagi parlemen dan pemerintah Indonesia. Kami akan menyampaikan beberapa isu terkait catatan ketimpangan terhadap perempuan di Indonesia dalam aksi damai Selasa nanti,” kata Direktur Kapal Perempuan Misiah pada konferensi pers “Bulan Peringatan Hari Perempuan Internasional” di Jakarta, Minggu (6/3).

Misiah mengatakan, sebanyak 400 orang dari organisasi perempuan dan individu akan melakukan “long march” dimulai dari Gedung Indosat kemudian menyambangi beberapa kementerian terkait untuk menyikapi isu perempuan sampai Istana Negara untuk melakukan aksi damai bertajuk “Gerakan Perempuan Melawan Ketimpangan”.

Berdasarkan data Bank Dunia 2015, ketimpangan makin meninggalkan sekitar 205 juta jiwa dan hanya memberi keuntungan pada orang-orang terkaya di Indonesia dengan persentase tak lebih dari 10 persen jumlah penduduk Indonesia.

Perempuan masih dihadapkan pada sejumlah permasalahan, seperti angka kematian ibu melahirkan (AKI) yang masih tinggi mencapai 359 per 100.000 kehidupan dan partisipasi politik perempuan yang tidak pernah mencapai kuota 30 persen.

Selain itu, ketimpangan pendidikan, pelanggaran hak pekerja rumah tangga (PRT) domestik dan luar negeri, perdagangan perempuan dan kejahatan seksual yang terus terjadi.

Sejumlah ketimpangan lainnya yang masih dirasakan oleh perempuan di Indonesia, seperti pelayanan publik di wilayah terpencil, produk-produk hukum yang diskriminatif dan kekerasan terhadap kelompok marginal.

Selanjutnya, ketimpangan yang menimpa penyandang disabilitas, hak-hak normatif buruh perempuan yang belum terlaksana, sistem pendidikan yang dinilai belum terjangkau dan perempuan nelayan.

Sementara itu, Koalisi Perempuan Indonesia menyatakan peran perempuan sebagai nelayan begitu besar mulai dari membudidayakan, menangkap, mengolah dan memasarkan ikan serta bertanggung jawab dalam kebutuhan rumah tangga secara bersamaan.

Sayangnya, negara belum melindungi perempuan nelayan dari segi hukum, politik maupun ekonomi.

Secara hukum, negara belum mengakui perempuan sebagai nelayan, seperrti tercantum dalam UU No.45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang mendefinisikan “nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

“Dalam situasi masyarakat yang patriarki, yang dianggap melakukan penangkapan ikan pada umumnya adalah laki-laki dan peran yang dilakukan perempuan dalam sektor perikanan akhirnya menjadi terabaikan,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari.

Dian mengatakan, hadirnya RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam dalam RUU Nelayan menjadi harapan baru bagi perempuan di kawasan pesisir yang mengakui keberadaan dan peran perempuan sebagai nelayan.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan