Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Center for Local Government Reform, Budi Mulyawan, menyatakan, banyak aturan yang ‘ditabrak’ pada proses pembelian lahan RS Sumber Waras (RSSW).
Misalnya, pelanggaran UU No. 19/2012 dan Perpres No. 71/2012, dimana pembelian tanah demi kepentingan umum setidak-tidaknya diharuskan memiliki dokumen perencanaan dan studi kelayakan.
Kemudian, terdapat konsultasi publik, usul instansi terkait, BAP kesepakatan lokasi, dan tim pengadaan tanah.
“Faktanya, syarat di atas tidak diketemukan di dalam pembelian tanah RSSW,” ujarnya kepada Aktual.com, Senin (7/3).
Cepi, nama sapanya, menambahkan, penganggaran itu pun tidak sesuai dengan Keputusan Mendagri No. 13/2006 atau tak laik dianggarkan pada APBD-P. Alasannya, tidak ada dalam KUA.
“Kemudian, tidak dalam keadaan luar biasa dan darurat serta tidak dalam pergeseran anggaran,” imbuhnya.
Adapun pelanggaran lainnya yang terjadi adalah proses pembelian dilakukan ketika Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) masih terikat kontrak/APPJB dengan PT Ciputra Karya Unggul (CKU).
Lalu, RSSW memiliki tunggakan PBB lebih dari Rp6 miliar, masih terdapat 15 bangunan aktif, diduga pembayaran dengan SPP-UP dilakukan pada tanggal 31 Desember 2014, serta status lahan yang dibeli HGB dan berakhir pada Mei 2018.
“Soal kerugian negara, tentu ada. Dari perspektif selisih harga dengan CKU Rp191 miliar dan kalau dari NJOP, mencapai Rp484,” tutup Cepi.
Artikel ini ditulis oleh: