Jakarta, Aktual.com — Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba, menilai tenggelamnya Kapal Raflesia II di Selat Bali beberapa hari lalu bukan hanya tanggung jawab manajemen kapal, tetapi juga dari Kementerian Perhubungan.
“UU No. 17 Tahun 2008 memberikan tanggung jawab keselamatan dan keamanan pelayaran kepada Syahbandar sebagai perpanjangan tangan dari Kementerian Perhubungan. Tugas untuk mengawasi kelaikan kapal berada di tangan Syahbandar,” ujar Parlindungan Purba di Jakarta, Selasa, (8/3).
Menurutnya, Syahbandar harus tegas dalam memberikan Surat Persetujuan Berlayar (port clearance). Inspektur kapal harus dipastikan bekerja benar, dengan memperhatikan seluruh aspek keselamatan kapal terpenuhi.
“Jika kapal tidak laik, Syahbandar harus tegas. Jangan berikan port clearance,”
“Jadi jika terjadi kecelakaan kapal karena kelebihan beban, kekurangan fasilitas, dan perlengkapan keselamatan, itu bukan hanya tanggung jawab operator dan pemilik kapal tetapi juga tanggung jawab Syahbandar,” sambung dia.
Melihat lemahnya tanggung jawab Syahbandar, lanjutnya, Komite II DPD RI merekomendasikan agar Menteri Perhubungan mengawasi secara ketat kinerja Syahbandar. Parlindungan juga mengusulkan agar Menteri Perhubungan melakukan audit secara berkala terhadap semua operator pelayaran, termasuk operator penyeberangan.
“Ini untuk memastikan bahwa semua ketentuan secara fisik dipenuhi. Jadi tidak hanya diatas kertas saja semua ketentuan mengenai keselamatan kapal dipenuhi perusahaan,” tandasnya.
Diketahui, KM Rafelia 2 tenggelam di Selat Bali pada 4 Maret 2016 sekitar pukul 13.00 WIB akibat kebocoran pada lambung kapal. Kapal ro-ro berjenis landing craft tank (LCT) tersebut mengangkut 80 orang, dengan 76 penumpang di antaranya dinyatakan selamat.
Kecelakaan ini adalah kecelakaan kedua dalam tiga bulan terakhir setelah Kapal Motor (KM) Marina hilang kontak dengan syahbandar dalam perjalanan dari Pelabuhan Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara menuju Pelabuhan Bansalae, Sulawesi Selatan, 19 Desember 2015 lalu.
Artikel ini ditulis oleh: