Jakarta, Aktual.com — Ratusan massa dari Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menggelar aksi menolak perpanjangan kontrak pengelolaan pelabuhan JICT dengan perusahaan Hong Kong Hutchison Port Holdings karena dinilai akan merugikan negara.
“Perpanjangan JICT merugikan negara sebesar Rp36 triliun yang dihitung oleh BUMN Bahana Sekuritas bersama konsultan keuangan FRI. Kami minta KPK tuntas mengusut perpanjangan JICT,” kata Sekretaris Jenderal SP JICT Firmansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (10/3).
SP JICT menilai Hutchison tidak patuh kepada UU setelah ditemukan beberapa kasus seperti keberadaan “paper company” Seaport BV dengan tujuan penggelapan pajak untuk mendapat deviden tambahan.
Selain itu, JICT harus membayarkan 14,08 persen laba bersih kepada Seaport BV.
Komitmen Hutchison yang akan memberikan dana in-kind sejumlah 28 juta dolar AS pada tahun 1999 pun sampai saat ini baru terpenuhi 13,82 juta dolar AS saja.
“Ini mencerminkan Hutchison bukan investor yang baik. Bahkan dari dokumen akte perusahaan, 99 persen saham Hutchison Indonesia dimiliki Seaport BV. Ada praktik transfer pricing oleh Hutchison,” ucap Firmansyah.
Selain meminta KPK mengusut masalah tersebut, Serikat Pekerja JICT juga meminta pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo membatalkan perpanjangan kontrak.
Kisruh perpanjangan kontrak Pelindo II-Hutchison berawal dari protes Serikat Pekerja JITC. Para pekerja menolak perpanjangan kontrak tersebut karena memungkinkan Hutchison menguasai 49 persen saham JICT hingga 2039.
Mereka menyebut perpanjangan kontrak yang ditandatangani beberapa waktu lalu itu terburu-buru, apalagi dengan hanya menunggu lima tahun lagi Pelindo II bisa menguasai 100 persen saham JICT dan melipatgandakan keuntungan.
Sementara itu, Pelindo II menilai perpanjangan kontrak akan mengoptimalkan keuntungan dengan nilai mencapai 486,5 juta dolar AS atau senilai kurang lebih Rp6,6 triliun.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara