Surabaya, Aktual.com – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, menolak jika sekolah diambil oleh pemprov sesuai ketentuan undang-undang baru.
Alasannya, khawatir jika akan banyak anak-anak putus sekolah. Sebab, sekolah nantinya tidak akan gratis lagi, mengingat biaya anggaran dari pemprov untuk pendidikan justru menurun.
Kendati melakukan penolakan, Risma tidak melakukan gugatan melalui MK. Risma lebih memilih melalui jalur pemerintahan lewat lobi-lobi ke pusat khususnya presiden terkait hal itu.
Dipilihnya lewat jalur birokrat, dikarenakan adanya warga Surabaya yang sudah melapor ke MK. Terlebih lagi, pemerintah tidak mungkin bisa melakukan gugatan.
“Kita punya BOPDA yang tinggi. Jadi kalau nanti dikelolah pemprov, sekolah nggak akan gratis lagi.” kata Risma, Sabtu (12/3).
Selain Surabaya, Blitar juga menolak jika pengelolaan dipegang oleh provnisi. Bahkan kabupaten Blitar sudah mengajukan gugatan ke Mahkamah Kontitusi.
Sementara kekhawatiran memang dirasakan warga Surabaya. Bahkan ada 4 warga Surabaya yang sudah mengajukan gugatan.
Kuasa hukum warga yang melakukan gugatan ke MK, Edward Dewa Ruci, mengatakan, selama ini pendidikan di Surabaya sudah terlayani dengan baik. Apalagi Surabaya sudah menerbitkan peraturan daerah tentang jaminan anak anak mendapatkan pendidikan dari dasar sampai tingkat menengah melalui undang-undang nasional.
“Oleh sebab itu, kami mengajukan gugatan apakah undang-undang terbaru itu bisa mengalahkan undang-undang nasional yang di dalamnya ada peraturan pemerintah kota kabupaten,” kata Edward.
Ditempat terpisah, ketua PGRI Jatim, Ichwan, saat dihubungi aktual.com, menjelaskan, justru sangat setuju sekali jika sekolah diambil provinsi. Sebab, jaminan kelayakan guru justru ditunjang oleh provinsi.
Tetapi, Icwan akan mengawal dinas pendidikan Jatim, ketika terjadi mutasi guru. Provinsi diharapkan bisa membedakan mutasi guru antara hukuman dengan prestasi.
“Ketika guru berprestasi, bisa dimutasi ke tempat asal atau kota yang lebih baik. Ketika ada guru yang dipindah daerah yang jauh, maka hanya berlaku pada guru-guru yang terlibat pelanggaran. Dengan demikian bisa memicu guru untuk salin berptestasi.” kata Ichwan.
Senada dengan pengamat pendidikan universitas Muhamadiyah surabayan, Zainudin Maliki. Adanya pro kontra pengambil alihan pendidikan, bukti adanya ketimpangan dalam bidang pendidikan dan pembangunan ekonomi di Jawa Timur.
Terlihat, ada kota/kab yang bisa memberikan anggaran lebih terhadap pendidikan di wilayahnya.
Diambilnya pengelolaan pendidikan, tentu akan terjadi pemindahan guru serta pemberian anggaran yang membutuhkan. Tetapi, disinilah nanti akan terjadi pemerataan pendidikan.
“Namun, hal itu tentu harus ada duduk bersama antar tingkat provinsi, kab/kota yang mendukung atau menolak untuk menemukan jalan tengah,” kata Zainudin kepada aktual.com
Artikel ini ditulis oleh: