Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menyatakan jika selama ini upaya reformasi perizinan yang dilakukan di daerah masih terkendala dengan regulasi pusat.
Direktur Eksekutif KPPOD, Robert Endi Jaweng mengungkapkan, efisiensi usaha masih sebatas harapan ketimbang kenyataan. Lebih-lebih bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Ketika berurusan dengan otoritas negara maka rezim perizinan, regulasi dan pungutan kerap menghantui bahkan sedari awal memulai usaha,” kata Robert dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (17/3).
Robet menyebut, maka tidak heran jika peringkat kemudahan berusaha di Indonesia masih berada pada susunan ke-109 dari 189 negara. Sementara peringkat kemudahan memulai usaha atau starting a business justru turun dari peringkat 163 pada tahun 2015 ke peringkat 173 tahun 2016.
“Rata-rata proses memulai usaha membutuhkan 13 prosedur dan menempuh waktu rata-rata 47,80 hari. Jelas kita tertinggal jauh dari tetangga yang merupakan pesaing utama dalam era MEA, seperti Thailand yag menduduki peringkat 26, Malaysia 18, apalagi Singapura yang sering meraih posisi teratas,” paparnya.
Robert berharap, dengan diterbitkannya paket-paket kebijakan ekonomi pemerintah bisa menjadi momentum buat berbenah diri. Deregulasi dan debirokratisasi menjadi instrumen utama pelaksanaan paket-paket tersebut.
“Terkait di daerah, kita masih menunggu langkah pemerintah dalam mendesain perubahan dan mematok target perbaikan regulasi,” ucap Robert.
Namun, menurutnya, tentu target tersebut tidak bisa hanya dialamatkan kepada Pemda tapi juga ke Pemerintah pusat sendiri.
“Selain hasil diskresi daerah, banyaknya jumlah/jenis izin daerah saat ini justru karena masih diatur bahkan diwajibkan oleh regulasi nasional,” tuturnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan