Jakarta, Aktual.com — Seknas Jokowi menilai Kepala Satuan Kerja Khsusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tidak memiliki visi Nawacita Presiden Jokowi dan tidak layak dipertahankan karena tidak mengerti konsep kontrak kerja sama serta tidak mampu melawan hegemoni Inpex dan Shell.

Pernyataan itu dikeluarkan dalam rangka menanggapi konferensi pers yang dilakukan oleh Kepala SKK Migas mengenai Inpex dan Shell mengurani 60 persen dari total karyawannya dan meminta Presiden Jokowi memutuskan persetujuan POD Blok Masela.

“Amien Sunaryadi itu Kepala SKK Migas bukan corong inpex untuk mengumumkan pemecatan pekerja. Dia itu harusnya cari solusi. Sebagai Kepala SKK Migas seharusnya dia bilang ke Inpex dan Shell bahwa tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja. Dia punya hak berdasarkan kontrak kerja sama,” kata Tumpak Sitorus, Ketua Bidang Energi Seknas Jokowi dalam Siaran Pers yang diterima di Jakarta, Jumat (18/3).

Tumpak menegaskan langkah Inpex dan shell memecat pekerja Indonesia menunjukkan kedua perusahaan tersebut tidak memiliki komitmen kepada Bangsa Indonesia dengan melakukan pemecatan sepihak. Hal tersebut bertentangan dengan Nawacita yang menjadi pedoman Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Selain itu, dia menjelaskan setiap pemutusan hubungan kerja di KKKS harus mendapatkan persetujuan SKK Migas dan melakukan komunikasi dengan serikat pekerja di perusahaan tersebut sesuai peraturan Kementerian Tenaga Kerja.

“Sebagai contoh saat Chevron yang ingin memecat 1.500 karyawan,  tidak diizinkan SKK Migas, kenapa dalam kasus Inpex terkesan Kepala SKK Migas hanya corong Inpex dan Shell. Dalam kasus Chevron karena SKK Migas melarang pemutusan hubungan kerja maka yang ada adalah progam voluntary. Karena itu tidak boleh ada PHK sepihak di inpex dan shell. Ini demi Nawacita,” tegas Tumpak.

Sementara itu, terkait Langkah Inpex dan Shell yang memundurkan jadwal FID ke 2020 dengan skema off shore atau kilang terapung, menurut Tumpak, hal ini semakin mempertegas bahwa skema kilang on shore atau pembangunan kilang di darat lebih efektif.

“Dengan Inpex dan Shell meminta mundur 2 tahun untuk FLNG, maka sudah tepat keputusan adalah Onshore LNG. Karena dengan diputuskan skema Onshore maka FID bisa dipercepat menjadi tahun 2018 agar Rakyat Maluku bisa segera merasakan dampak pembangunan kilang LNG di Darat,” kata Tumpak.

Dia menegaskan Sumber Daya Alam Migas akan tetap ada di Bumi Maluku dan Rakyat tidak akan kehilangan apapun jika Inpex dan Shell mundur.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka