Jakarta, Aktual.com — Pengaturan transportasi online yang belakangan marak dianggap kurang kuat bagi pelaku perusahaan transportasi umum lain yang selama ini sudah eksis dan mengantongi izin.
Padahal jika bisnis transportasi harus tumbuh, entah via online arau bukan, pengaturannya juga harus sama. Sehingga keadilan yang dirasakan oleh pelaku usaha juga.
“Intinya itu aturan yang fair play. Kalau aturan itu diterapkan ke kami maka mereka juga harus mengikuti aturan itu. Kalau tidak ya sudah, berarti pemerintah yang menciptakan ketidakadilan itu,” tandas Direktur PT Blue Bird Tbk (BIRD), Sigit Priawan Djokosoetono, di Jakarta, Jumat (18/3).
Menurut Sigit, ketidakadilan yang dimaksud adalah terkait izin operasi dan perlu adanya badan hukum yang menanganinya, sehingga keberadaan mereka itu tidak ilegal seperti saat ini.
“Sekarang dimana kantor mereka? Badan hukumnya apa? Dan dimana pool mereka? Kalau Grab atau Uber setahu saya tidak ada,” tegasnya.
Dia memberi contoh aturan hukum yang dilanggar perusahaan taxi online. Kata dia, telah melanggar UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Disebutkannya, berdasar UU itu penyelenggaraan angkutan umum dilaksanakan oleh Badan Hukum Indonesia yang memiliki izin penyelenggaraan angkutan, dilayani oleh kendaraan umum dan dikemudikan oleh pengemudi yang memiliki SIM umum.
“Pada intinya, persaingan itu positif. Karena perseroan akan bergerak lebih maju. Sehingga kami juga akan terus memberikan pelayanan lebih baik. Yang penting ada keadilan aturan main,” sebutnya.
Dari sisi perseroan, adanya taksi online itu memang telah berdampak pada kinerja perseroan. “Kami akui ada dampak dari adanya taksi online ini, namun besar kecilnya dampak itu kami akan sampaikan dalam satu minggu mendatang saat laporan keuangan yang audited,” tutup dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka