Jakarta, Aktual.com — Setelah melakukan blusukan ke Wisma Atlet Hambalang yang mangkrak, Presiden Joko Widodo sebaiknya blusukan dan meninjau langsung persiapan pembangunan Wisma Atlet Asian Games 2018 yang berlokasi di kompleks Kemayoran. Pasalnya, dikhawatirkan Presiden Jokowi tidak mendapatkan informasi yang utuh mengenai proyek Wisma Atlet Kemayoran yang diperkirakan menelan biaya sebesar Rp 3,5 triliun itu.
“Sebaiknya Presiden Jokowi melakukan blusukan agar mendapatkan informasi akurat, khususnya lahan yang dianggap layak untuk pembangunan Wisma Atlet Kemayoran. Jangan sampai proyek tersebut menjadi kepentingan pribadi pihak tertentu yang rawan bancaan korupsi dan menjadi skandal Hambalang Jilid II,” ujar pengamat kebijakan publik Rusmin Effendy dalam rilisnya yang diterima Aktual.com Senin (21/2).
Menurut Rusmin, pihaknya mensinyalir ada oknum-oknum tertentu yang bermain di balik proyek Wisma Atlet Kemayoran karena setelah pelaksanaan Asian Games 2018, pembangunan tersebut akan menjadi rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan rumah susun sederhana milik (rusnami).
“Secara teknis, proyek ini masih belum jelas, baik menyangkut pendanaan, blue print maupun statuta lahan serta lokasi yang akan dibangun. Akibatnya, Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPKK) seolah-olah secara sewenang-wenang mengusur para penyewa lahan dan mengabaikan kontrak peerjanjian. Padahal mereka telah memberikan kontribusi dan pemasukan kepada PPKK,” tegas dia.
Sebagai pengelola kompleks Kemayoran, lanjut dia, kinerja PPKK patut dievaluasi, baik kewenangan maupun status kelembagaan yang saat ini menjadi beban negara, termasuk soal keuangan. Karena itu, BPK RI harus melakukan audit investigasi keberadaan PPKK.
“Saat ini, banyak lahan atau blok yang ada di Kemayoran sebagai lahan tidur yang tidak diurus oleh PPKK, bahkan menjadi tempat pembuagan sampah. Itu berarti kinerja PPKK patut dipertanyakan. Apalagi penunjukan dirut PPKK sendiri tidak dilandasi pada kemampuan dan profesionalisme, tapi bersifat politis,” ujarnya.
Salah satu penyewa lahan di Blok C-2, Benny Kurniajaya menyesalkan arogansi Dirut PPKK yang secara sewena-mena meminta mengosongkan lahan dalam tempo 1×24 jam.
“Prinsipnya kami tidak keberatan mengosongkan lahan dan mendukung pemerintah membangun Wisma Atlet, termasuk lahan blok C-2 yang saat ini ditempati. Persoalannya, antara PPKK dan PT Jimac Perkasa sudah terikat perjanjian yang harus ditaati kedua belah pihak. Jika tidak, berarti PPKK dianggap melakukan wanprestasi dan melanggar perjanjian kerjasama,” ujarnya.
Menurut Benny, pihaknya tidak bisa menerima arogansi dan kesewenang-wenangan Dirut PPKK yang memberikan surat tegoran tertulis selama tiga kali dalam seminggu. Apapun alasanya, kami akan menempuh jalur hukum,” tegas dia.
Rusmin juga mempertanyakan kinerja Kemen PURR yang sudah membuka tender dan menunjuk konsultan serta melibatkan empat kontraktor BUMN yang akan mengerjakan proyek tersebut.
“Saya bukan pesimis, tapi menduga-duga proyek Wisma Atlet Kemayoran berpotensi menjadi mega korupsi Hambalang Jilid II. Karena itu, DPR khususnya komisi terkait (Komisi II, III, V dan X) harus mengawasi proyek tersebut yang rawan terjadinya penyelewengan anggaran,” papar dia.
Bahkan, lanjutnya, untuk melancarkan proyek tersebut, Presiden Jokowi tertanggal 12 Februari 2016 telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2016 tentang Dukungan Penyelenggaraan Asian Games XVIII Tahun 2018. “Saya menyarankan Presiden Jokowi sebaiknya mempertimbangkan kembali proyek tersebut,” ujarnya.
Dia mencontohkan, pembangunan Wisma Atlet Hambalang di Bogor, awalnya juga untuk membangun fasilitas atlet dengan pelbagai sarana dan prasarana lainnya. Dalam perjalanannya proyek yang bernilai Rp 1,175 triliun itu akhirnya menjadi bancaan korupsi yang saat ini terbengkalai dan sia-sia.
“Seharusnya Jokowi belajar dari kasus Hambalang, apalagi belum lama ini melakukan blusukan dan melihat langsung sisa-sisa pembangunan Hambalang yang mangkrak sampai saat ini tanpa ada penyelesaian secara tuntas,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta

















