Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, berpotensi kalah dalam sidang gugatan yang diajukan dokter Dian Pratama di Pengadilan Hubungan Industrial DKI.

“Potensi kalah dalam sidang kasus skorsing dokter di RS Koja, Jakarta Utara, sangat besar,” ujar Sekretaris Komisi A, Syarif, di Gedung DPRD, Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (23/3).

Karenanya, politikus Gerindra ini menyarankan manajemen RS Koja menyelesaikan masalah tersebut dengan musyawarah kekeluargaan dan difasilitasi Biro Hukum.

“Apalagi, Pemprov DKI Jakarta berulangkali mengalami kekalahan. Track record itu enggak usah diperpanjang dan diperburuk lah,” tandas Syarif.

Dr Dian diketahui menggugat RS Koja ke Pengadilan Hubungan Industrial DKI, lantaran keberatan dengan hukuman dilarang bekerja sebulan lamanya di rumah sakit pelat merah tersebut.

Tuntutannya, manajemen RS Koja membayar ganti rugi Rp1 miliar dan namanya direhabilitasi. Alasan Dian, skorsing itu cacat hukum, lantaran tidak sesuai undang-undang ketenagakerjaan.

Perselisihan ini bermula pada Januari 2015 silam. Awalnya, Dian melayani pasien bernama Maryani, yang menurut diagnosanya menderita penyakit kista indung telur.

Pasien lantas direkomendasikan membeli obat injeksi leuprolin asetat Rp1,5 juta di apotek rumah sakit. Ternyata stoknya habis dan Maryani meninggalkan nomor telepon ke bidan Ida, agar dihubungi apabila obat tersebut telah tersedia.

Tanggal 28 Januari 2015, Ida menyarankan Dian mengambil leuprolin asetat di Rumah Sakit Evasari, Pramuka, Jakarta Timur.

Kemudian, Dian bertemu Maryani dan menerangkan efek samping obat. Tak keberatan, pasien langsung disuntikan leuprolin asetat.

Sebelum pulang, Maryani meminta kuitansi kepada Ida tanpa kop surat rumah sakit. Tapi, di dokumen pembayaran tersebut memuat nama Dian di bagian tanda tangan.

“Tapi, saya tidak tanda tangan,” tegas Dian.

Empat bulan berselang, Dian dipanggil Wakil Direktur Keuangan Armaida dan Kabag SDM RS Koja Ani. Mereka meminta klarifikasi tentang pemberian uang sebesar Rp1,5 juta ke bidan Ida untuk membeli obat pasien BPJS.

“Saya jelaskan obat itu tidak ditanggung BPJS,” jelas dokter yang telah empat tahun bekerja di RS Koja tersebut.

Dua minggu selanjutnya, Dian dipanggil Komite Etik dan menjatuhkan sanksi berupa peringatan lisan, karena dianggap melanggar administrasi.

Sekira akhir Juni, Dian kembali dipanggil manajemen serta diminta mengembalikan uang Rp1,5 juta dan dihukum penghentian kerja sementara selama satu bulan.

Artikel ini ditulis oleh: