Jakarta, Aktual.com — Pelaksana Tugas Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Sugihardjo sudah menghubungi dua pihak transportasi online, Uber dan Grab.
Pemerintah sudah menanyakan ke mereka, apakah ingin menjadi perusahaan IT provider atau sebagai perusahaan transportasi. Sehingga mereka bisa menentukan pilihan, akan mengikuti aturan yang berlaku.
“Tapi jawaban mereka maunya menjadi penyedia jasa IT. Tapi, tidak apa-apa mau menjadi penyedia jasa, yang penting harus fair,” tegas dia di Jakarta, Kamis (24/3).
Sikap fair yang dia maksud adalah, jika tetap menjadi penyedia jasa dan tetap seperti saat ini, maka mereka tidak bisa beroperasi selama belum bekerja sama dengan perusahaan taksi yang ada.
“Itu yang menjadi konsen pemerintah. Maka kami minta mereka harus kerja sama dengan pihak taksi konvensional yaitu perusahaan taksi yang legal,” papar dia.
Untuk itu, pihaknya minta ke para pengusaha jangan hanya berusaha untuk mengambil untung, tapi juga harus menjaga fairness. “Karena mereka (Uber dan Grabcar) pemiliknya tidak boleh berbisnis yang tidak fair,” tegasnya.
Meski begitu, pemerintah tak ikut campur mekanisme kerja samanya dengan pihak taksi konvensional itu. “Itu mekanisme B to B (business to business). Kami tidak ikut campur hal itu,” kata dia.
Cuma, pihaknya tetap mengingatkan agar sesuai aturan. Pasalnya, menurut dia, jika berbisnis transportasi bukan hanya mematuhi UU LLAJ, tetapi juga ada aturan lain yang harus diikuti, termasuk UU Anti Monopoli.
“Sebab soal harga itu tidak bisa dimonopoli, tetap harus berdasar harga pasar,” ucap dia.
Selain itu, dia juga meminta pihak Uber atau Grab semestinya melakukan pendaftaran, agar penerimaan sektor pajaknya lebih jelas. “Juga harus memenuhi uji KIR agar ada aspek keselamatannya,” pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan