Jakarta, Aktual.com — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan kontraktor Inpex Corporation dan Shell Upstream Overseas Services Ltd tetap menggarap proyek abadi Blok Masela.

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam konferensi pers di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Kamis (24/3), mengatakan pihaknya telah bertemu kedua kontraktor tersebut dan yakin tidak akan keluar dari Blok Masela.

“Setelah diskusi, Inpex dan Shell tidak ada rencana cabut dari Blok Masela. Jadi, akan tetap di Blok Masela. Hanya, mereka perlu waktu hitung ulang rencana kerja untuk ‘onshore’,” ungkapnya.

Amien meminta Inpex dan Shell untuk merevisi “plant of developement” (POD) karena keputusan Presiden Joko Widodo yang menyatakan pengelolaan Blok Masela di darat (onshore).

“Kemarin pukul 18.00 tim SKK bertemu dengan tim Inpex dan Shell untuk memberitahukan bahwa keputusan Presiden adalah onshore, SKK minta keputusan itu diresapkan oleh Inpex,” ucapnya.

Selain itu, lanjut dia, SKK migas juga meminta Inpex dan Shell menyiapkan rencana untuk mengajukan ulang revisi POD berbasis onshore, termasuk perubahan kerangka waktu.

“SKK memberi tahu juga bahwa formalitasnya menyusul,” ujarnya.

Hal itu merupakan langkah-langkah tindak lanjut dari Kementerian ESDM dari keputusan Presiden Joko Widodo.

Menteri ESDM Sudirman Said telah memerintahkan SKK Migas untuk, pertama mengomunikasikan keputusan pemerintah kepada investor agar mengkaji ulang seluruh rencana yang telah diajukan.

Kedua, mengomunikasikan keputusan pemerintah tersebut kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kabupaten bersangkutan agar keputusan tersebut dapat ditindaklanjuti serta didukung oleh Gubernur Maluku dan Bupati terkait.

Ketiga, menugasi SKK Migas untuk bekerja dengan investor agar pengkajian ulang yang termaksud dapat dilaksanakan secepatnya dan tidak menunda “final investment decision” atau keputusan akhir investasi (FID) terlalu lama.

Pasalnya, proposal yang diajukan Inpex pada September 2015 berisi pengembangan blok secara “offshore” dengan menggunakan kilang terapung (Floating LNG/FLNG).

Revisi POD dilakukan lantaran ada tambahan cadangan terbukti gas di lapangan tersebut.

Seperti diketahui, proyek di perairan bagian paling Selatan di wilayah Provinsi Maluku tersebut telah dikembangnan sejak ditekennya kontrak bagi hasil atau “production sharing contract” (PSC) pada 1998.

Rencana pengembangan atau “plant of development” (POD) I telah disetujui Menteri ESDM pada 2010, catatan cadangannya 6,97 trillion cubic feet (tcf).

Pada 2013, ditemukan cadangan baru, sehingga jumlah cadangan yang telah disertifikasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) meningkat menjadi 10,73 triliun tcf.

“Sebagai dasar penetapan FID yang dijadwalkan pada 2018, revisi POD I diperlukan,” kata Sudirman.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan