Menteri ESDM Sudirman Said (tengah), Seskab Pramono Anung (kiri) dan Gubernur Maluku Said Assagaff (kanan) memberikan keterangan pers usai mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (1/2). Rapat tersebut membahas soal proyek pengolahan gas dari Lapangan Gas Abadi di Blok Masela, Laut Arafura. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menilai persoalan Blok Migas Masela bukan seperti permainan sepak bola di mana terdapat dua sisi yang berlawanan, yaitu kalah atau menang.

“Ini kan bukan pertandingan bola, jadi tidak ada yang kalah dan menang. Ini ‘public policy’ (kebijakan publik) jadi yang terbaik untuk masyarakat,” kata Sudirman dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (24/3).

Sudirman mengaku pihaknya tidak pernah memutuskan untuk berhenti dari jabatannya dan berada dalam posisi netral dalam pengambilan keputusan soal pengelolaan Blok Masela oleh Presiden Joko Widodo.

“Saya tidak mengatakan bertahan ‘off’ atau ‘on’, saya netral karena Presiden akan memberikan keputusan yang terbaik, karena itu saya tidak pernah meladeni (isu yang berkembang),” katanya.

Dia memutuskan untuk melaksanakan keputusan Presiden karena merupakan perintah dan masih banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan ketimbang mundur.

“Spekulasi untuk mundur enggak ada lah, saya diberi kepercayaan untuk mengurus, ini suatu kehormatan dan kita kerjakan dengan baik-baiknya,” katanya.

Sudirman juga mengimbau kepada masyarakat untuk menghentikan polemik tersebut karena realisasi proyek Blok Masela masih delapan hingga 10 tahun ke depan.

“Kalau kita biarkan masyarakat berpolemik, sangat tidak bijak. Harus ada rekonsiliasi kembali dan kita biarkan investor untuk menghitung kembali,” katanya.

Pasalnya, muncul polemik mengenai pembangunan kilang LNG (liquified natural gas) di Blok Masela setelah adanya revisi proposal pengembangan (PoD/Plan of Development) oleh Inpex selaku kontraktor gas di blok tersebut.

Proposal yang diajukan Inpex pada September 2015 berisi pengembangan blok secara “offshore” dengan menggunakan kilang terapung (Floating LNG/FLNG).

Revisi PoD dilakukan lantaran ada tambahan cadangan terbukti gas di lapangan tersebut.

Seperti diketahui, proyek di perairan bagian paling Selatan di wilayah Provinsi Maluku tersebut telah dikembangnan sejak ditekennya kontrak bagi hasil atau “production sharing contract” (PSC) pada 1998.

Rencana pengembangan atau “plant of development” (POD) I telah disetujui Menteri ESDM pada 2010, catatan cadagannya 6,97 trillion cubic feet (tcf).

Pada 2013, ditemukan cadangan baru, sehingga jumlah cadangan yang telah disertifikasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) meningkat menjadi 10.73 tcf.

Namun, sebelum keputusan disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said, Menko Kemaritiman Rizal Ramli menolak usulan skema kilang terapung dan mengajukan skema kilang darat (onshore) yang dinilainya lebih murah serta berdampak ganda terhadap masyarakat Maluku.

Pada akhirnya, Presiden Joko Widodo mengambil keputusan bahwa pengelolaan Lapangan Abadi di Blok Masela, Laut Arafura, di darat (onshore).

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan