Jakarta, Aktual.com — Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto menilai, proses penegakan hukum berkenaan dengan kasus korupsi di Indonesia masih sangat lemah, bahkan pelaku bertambah lihai dalam mengakali hukum dan regulasi yang ada.

“Pelaku korupsi di Indonesia saat ini terus berkembang,” kata Bibit usai mengukuhkan kepegurusan DPP Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi Cianjur, Jabar, di Pondok Pesantren Al Itihad, Jalan Raya Bandung, Jumat (24/3).

Menurut dia, sayangnya, pergerakan penghisap uang negara dan memperkaya diri sendiri itu, selalu selangkah lebih ke depan dibandingkan dengan hukum dan regulasi yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.

“Kita punya banyak hukum dan regulasinya, tapi penegakan hukum kasus korupsi masih lemah.”

Dia menilai, usaha lain dari kalangan yang kontra terhadap pemberantasan korupsi dengan melakukan pelemahan terhadap satu-satunya lembaga di Indonesia yang secara khusus menangani kasus korupsi, melalui produk hukum yang menjadi payung hukum bagi keberlangsungan KPK ke depan.

Selama ini ungkap dia, KPK dihantam dari berbagai sisi, termasuk ketika melakukan pengungkapan dan pentuntasan kasus korupsi jelas terpengaruh. Dalam pemberantasan korupsi, jika hanya mengandalkan aparat penegak hukum, diyakininya tidak akan memberikan dampak cukup signifikan.

“Karena itu, dibutuhkan peran serta masyarakat dan seluruh komponen bangsa agar bisa mempersempit ruang gerak tindak pidana korupsi. Pelaku korupsi, bukan orang sembarangan, mereka dipastikan memiliki tingkat intelejensi melebihi rata-rata dan tahu betul seluk-beluk hukum.”

Sehingga, tutur dia, ketika korupsi atau suap-menyuap dilakukan, tidak akan bisa terdeteksi dengan cukup mudah. “Mereka bisa saja mengelak. Makanya yang paling efektif itu adalah dengan melakukan tangkap tangan, agar koruptor tidak dapat menyangkal, bukti-bukti tidak akan bisa terbantahkan.”

Selain itu, dalam setiap kasus korupsi, tidak pernah dilakukan seorang diri, melainkan dilakukan secara bersama-sama atau minimal oleh lebih dari seorang. Pasalnya, untuk bisa melancarkan aksi pencurian uang negara tanpa bisa dideteksi, harus melalui beberapa orang yang berada di dalam sebuah lembaga atau institusi.

Sementara itu, terkait sejumlah laporan tindak pidana korupsi yang masuk ke mejanya selama menjabat sebanyak 31.000, namun dia, tidak berani memastikan adanya laporan dari Cianjur. “Bisa saja ada karena kami telah menerima 31.000 lebih laporan tindak pidana korupsi dari seluruh Indonesia.”

Namun dia, tidak bisa memastikan apakah hal tersebut dapat ditindaklanjuti dan dikembangkan ke proses penyidikan, sehingga bisa diungkap apakah tindak kejahatan korupsi yang termasuk sebagai salah satu kejahatan kemanusiaan yang luar biasa itu dilakukan oleh pejabat atau penguasa di Cianjur.

“Tapi yang jelas laporan dan temuan itu selalu ada, masalahnya apakah laporan tersebut itu bisa ditindaklanjuti atau tidak karena sekarang saya bukan orang KPK.”

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu