Tim penyidik dari Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejagung memasuki mobil usai mengamankan dokumen ketika menggeledah Kementerian BUMN di Jakarta, Kamis (25/6). Penggeledahan itu dilakukan untuk mengembangkan kasus dugaan penyimpangan pengadaan 16 unit mobil listrik yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 32 miliar. ANTARA FOTO/Wahyu utro A/ed/nz/15

Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung didukung oleh rekan kerjanya, yakni Komisi III DPR untuk mengusut secara tuntas dalam melakukan pengusutan kasus restitusi pajak PT Mobile8. Terlebih, dugaan tindak pidana korupsi itu merugikan keuangan negara puluhan miliar rupiah.

“Kami tetap mendukung dan bahkan mendorong Jaksa Agung tetap mengusut tuntas kerugian negara dalam kasus Mobile8 tersebut. Ada sebuah manipulasi pajak. saya mendorong kejagung untuk memproses hal tersebut,” ujar Komisi III DPR Taufiqqulhadi di Jakarta, Kamis (24/3).

Dia mengatakan, pelanggaran hukum itu harus dituntaskan walau ada rekomendasi Parlemen untuk menghentikannya. Tak hanya itu, dia pun mengkritisi Panja Kasus Mobile8, yang diketuai legislator Gerindra Desmond Junaedi Mahesa.

Terlebih, Desmon merekomendasikan agar Kejagung menghentikan penyelidikan dugaan tindak pidana pada kasus itu. Menurut dia, Panja itu justru kecenderungannya menghambat Kejagung untuk mengusut kasus itu.

“Menurut saya, kalau memang benar DPR ini hendak mengawasi proses hukum, apa benar ada kerugian negara atau tidak, Kejagung sudah menyatakan ada indikasi kerugian negara. Seharusnya justru kita mendorong penuntasannya. Seharusnya begitu.”

Hasil rekomendasi Panja itu sendiri, lanjut dia, berbeda dengan substansi yang muncul di dalam rapat Panja. Menurutnya, sama sekali tak ada hubungan substansi rekomendasi dengan hasil rapat.

“Saya menganjurkan Kejagung tak mengindahkan rekomendasi Panja yang meminta untuk tidak mengusut lagi.”

“Secara keseluruhan, isi rekomendasi Komisi III adalah bentuk campur tangan. Isinya menurut saya aneh bin abdullah.”

Sebelumnya, Panja Komisi III DPR untuk kasus Mobile8 memutuskan bahwa kasus Mobile8‎ bukan kasus pidana, namun kasus administrasi yang cukup ditangani oleh aparat Ditjen Perpajakan.‎ Putusan yang dikeluarkan 17 Maret lalu itu merekomendasikan Kejagung perlu menunggu terlebih dahulu hasil penanganan oleh penyidik tindak pidana di bidang Perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak.

Bahkan Panja itu juga menilai, SMS diduga ancaman dari pemilik Mobile8, Hary Tanoesoedibyo, yang ditujukan kepada aparat Kejaksaan, ‎bukan merupakan perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum pidana.

Berdasarkan penjelasan Jampidsus Arminsyah, kasus Mobile8 melibatkan juga perusahaan Djaya Nusantara Komunikasi yang berbasis di Jawa Timur. DNK adalah perusahaan kecil dengan modal hanya Rp2 miliar.

DNK lalu mengadakan sejumlah transaksi jual beli barang dengan Mobile8. Uniknya, Mobile8 mengirimkan dana kepada DNK sebesar Rp80 miliar.‎

Diduga sebenarnya tak ada transaksi jual beli antara Mobile8 dengan DNK. Namun aktivitas transaksi diduga bohongan itu kemudian dilaporkan ke Kantor Pajak Wonocolo Jawa Timur untuk memperoleh restitusi pajak hingga Rp10 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu