Jakarta, Aktual.com – Ketua Badan Relawan Edysa Tarigan Girsang, mengatakan sepatutnya Pemprov DKI bisa mempertimbangkan kembali rencana penggusuran kawasan Luar Batang, Jakarta Utara. Pasalnya, di lokasi tersebut terdapat bangunan peninggalan bersejarah yang umurnya sudah ratusan tahun, yakni Masjid Kramat Luar Batang.
“Pembangunan yang berperikemanusiaan dan beradab itu tidak memisahkan masyarakatnya dengan sejarah dan warisan peradabannya,” katanya kepada Aktual.com di Jakarta, Selasa (29/3).
Keberadaan Masjid Kramat Luar Batang, kata Edysa, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan masyarakat disekitarnya. Pasalnya, masjid adalah bentuk adanya suatu kehidupan, dimana masyarakat membutuhkan spiritual rohani, untuk itulah masjid dibangun.
Keberadaan masjid itu sendiri, tutur Edysa, adalah peninggalan kebudayaan Islam di Nusantara. Dimana, Habib Husein bin Abu Bakar bin Abdillah al Aydrus tiba dari Hadramaut, Yaman dan kemudian mendirikan masjid tersebut pada tahun 1732. Artinya, lanjut Edysa, bangunan tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi umat muslim di Indonesia.
“Jika pemerintah DKI bersikeras melakukan penggusuran, dampaknya tidak hanya bagi masyarakat yang menjadi korban gusuran. Akan tetapi, akan menimbulkan polemik dan konflik yang lebih luas di tengah masyarakat Jakarta,” tambah Edysa.
Sebab itulah, sepatutnya Kampung Luar Batang sebagai tempat bersejarah dilestarikan oleh pemerintah. Sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang no 11 tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya. Pada Pasal 1 ayat (1), ‘Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannnya bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Sedangkan pada Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwasanya, ‘Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia’.
“Maka semestinya, Pemprov DKI melestarikan nilai sejarah, bukan malah menggusurnya dari tengah masyarakat,” pungkas Edysa yang juga aktivis 98 itu.
Artikel ini ditulis oleh: