Dirut PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto memberikan keterangan pers terkait likuidasi Petral Group di Jakarta, Senin (4/4). Pertamina telah melakukan formal likuidasi Petral Group yang terdiri dari Zambesi, Petral dan PES pada Februari 2016 lalu sehingga lebih cepat dari target sebelumnya yakni Juni 2016. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras/16.

Jakarta, Aktual.com – Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Mohammad Reza Hafiz, meminta Presiden mengkaji kembali bila ada rencana mengangkat Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sebagai bahan pertimbangan, Reza mengungkapkan catatannya mengenai jejak rekaman Dwi Soetjipto menunjukkan banyak kegagalan dalam mengelolanya perusahaan Pertamina.

“Beberapa catatan saya mengenai Dwi Soetjipto, kemampuannya masih belum teruji untuk memimpin BUMN,” kata Reza kepada Aktual.com, Selasa (5/4).

Dia memaparkan kinerja Pertamina sepanjang tahun 2015 atau setelah Dwi Soetjipto menjabat sebagai Dirut, secara finansial Pertamina mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.

Hal demikian bisa dilihat dari indikator pendapatan turun drastis 40,3% dari USD70 Miliar (2014) mnjadi USD 41,7 Miliar (2015). capaian itu juga hanya 83,6 persen dari target RKAP Pertamina di 2015.

Selanjutnya laba bersih turun 1,82% dari USD 1,45 miliar (2014) menjadi USD 1,42 miliar (2015). capaian itu hanya sebesar 82,05% dari target laba USD 1,73 miliar di 2015

Kemudian EBITDA (pendapatan sbelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) juga turun 10,6 persen dari USD 5,74 miliar (2014) ke USD 5,13 miliar (2015) hanya tercapai 89 persen dari target.

Selain itu, meski realisasi produksi migas di 2015 naik 10,6% tetapi cadangan migas juga turun 17,4% dari 297 mmboe (2014) menjadi 245,5 mmboe (2015) dan kapasitas kilang juga turun 2,4%.

Tidak hanya itu, Reza juga menyayangkan kelemahan Pertamina tidak mampu berperan banyak pada pengelolaan Migas di Indonesia

“Cukup disayangkan bahwa Pak Dwi belum bisa membawa Pertamina ikut andil dalam pengelolaan Blok Masela dimana Inpex menguasai 65% dan Shell 35%, selain itu juga patut disayangkan bahwa Pak Dwi tidak bisa mempertahankan saham yg diberikan pemerintah di Blok Mahakam. Akhirnya, Pertamina selaku operator harus tetap berbagi saham dengan Inpex dan Total,” paparnya

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta