Jakarta, Aktual.com — RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty sepertinya dalam masa sidang kedua ini akan insentif dibahas, sehingga pada Juni 2016 nanti ditargetkan akan tercapai.
Namun, menurut anggota Komisi XI DPR, Airlangga Hartarto, pembahasan RUU Tax Amnesty ini tidak bisa diburu-buru. Untuk itu, pembahasannya harus dilakukan secara mendalam, komprehensif dan terbuka. Serta melibatkan semua pihak seperti para praktisi, kalangan kampus, pakar hukum, perbankan dan masyarakat umum.
“Itu semua dilakukan agar RUU ini nantinya mendapat dukungan penuh dari masyarakat,” ungkap Airlangga dalam seminar yang diselenggarakan Lembaga Aksi Kajian Kebangsaan (LAKK), di Jakarta, Selasa (5/5).
Apalagi, dia mengingatkan ke pemerintah, jika nantinya UU ini betul-betul diundangan, maka jangan sampai malah memunculkan potensi diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jika sampai dibawa ke MK dan hasilnya kalah atau dibatalkan MK, maka akan memberikan sejumlah implikasi,” terang dia.
Ia memberi contoh, para pembayar pajak yang sudah mendeklarasikan diri akan membayar utangnya, jika UU itu dibatalkan akan ketakutan, bahkan melarikan diri karena mereka akhirnya diketahui publik bahwa selama ini mereka tidak membayar pajak.
Padahal, kata dia, jika ada UU Tax Amnesty, mereka punya jaminan tidak dikejar oleh negara karena sudah menyatakan kesediaan untuk membayar utang mereka selama ini.
“Jika dibatalkannya UU Tax Amnesty, maka mereka tidak bisa diputihkan atau diberi pengampunan. Malah menjadikan mereka sebagai deretan orang yang selama ini tidak membayar pajak,” beber dia.
Airlangga juga memberikan rincian tax amnesty yang realistis akan diberikan. Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini, enam bulan pertama sampai Desember 2016 sebesar 2%. Enam bulan berikutnya, Januari hingga Juni 2017, tax amnesty sebesar sebesar 4%. Sementara Juli-Desember 2017 sebesar 6 persen.
Meski begitu, ia juga mengingatkan pemerintah dengan adanya Tax Amnesty ini dana yang akan mengikuti harus realistis.
Sementara terkait target yang bisa diterima dengan adanya UU tersebut, AH menegaskan harus pada angka realistis.
“Saya kira angkanya bisa Rp30-40 triliun di tahun pertama. Ya karena masih pertama, harus realistislah,” papar dia.
Pada intinya, kata dia, RUU Tax Amnesty ini dianggap penting, jika menggenjot pertumbuhan ekonomi yang belum stabil. “Karena kita tidak bisa meningkatkan pendapatan pajak lagi dalam waktu dekat jika UU itu tak kunjung disahkan,” tutur dia.
Mengingat, kata dia, jika RUU itu disahkan Juni mendatang, maka akan efektif berlaku selama 1,5 tahun. Pasalnya 2018 nanti, Indonesia sudah masuk sistem pertukaran informasi pajak secara global. Dengan sistem itu, tax amnesty tidak berlaku lagi.
“Waktunya tidak lama. Makanya segera disahkan supaya ada hasilnya,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka