Sejumlah petugas mengamati bagian sayap kiri dari pesawat Batik Air dengan nomor registrasi PK-LBS yang mengalami insiden di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (5/4). Pesawat Batik Air Boeing 737-800 rute Halim Perdanakusuma-Ujung Pandang dengan nomor penerbangan ID 7703 yang akan melakukan lepas landas bersenggolan dengan pesawat Trans Nusa berjenis ATR 42 seri 600 pada Senin (4/4) sekitar pukul 19.55 WIB. Insiden tersebut menyebabkan beberapa kerusakan pada bagian pesawat. ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf/kye/16.

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman, menilai pengoperasian navigasi bandara oleh dua instansi, dalam hal ini Perum Lembaga Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/Airnav Indonesia) dan TNI Angkatan Udara, bukan penyebab utama terjadinya insiden tabrakan pesawat Batik Air dan Transnusa di Bandara Halim Perdanakusuma, Senin (4/4) lalu.

“Seharusnya tidak, karena banyak juga bandara yang seperti itu. Kalaupun ada masalah hanya minor, seharusnya tidak separah itu, harus diteliti faktor penyebabnya apa,” kata Gerry saat dihubungi di Jakarta, Rabu (6/4).

Gerry menjelaskan, selama koordinasinya baik, maka tidak akan ada masalah yang berarti dalam pengoperasian bandara, baik itu TNI AU dengan Airnav Indonesia maupun dengan PT Angkasa Pura II.

“Memang seharusnya didampingi, tapi memang kalau untuk penerbangan sipil itu oleh Airnav koordinasinya,” katanya.

Dia menilai kejadian tabrakan pesawat di bandara juga pernah terjadi di negara-negara lain, tetapi sangat jarang sekali.

“Di Indonesia juga ini baru pertama kali, sebelumnya belum pernah dan jangan sampai terjadi lagi ke depannya,” katanya.

Terkait koordinasi dengan “ground handling”, menurut Gerry, personel “ground handling” bisa bergerak apabila sudah ada izin dari petugas “air traffic controller” (ATC).

“Apakah sewaktu pesawat diizinkan ‘take off’, petugas ATC melihat masih ada satu pesawat yang sedang ditarik. Ini bukan faktor kesengajaan, bisa saja lupa karena ada perubahan rute menyeberangnya,” katanya.

Seperti diketahui, Pesawat Transnusa ditarik atau “towed” oleh traktor di tengah melintasi landasan pacu.

Sebelumnnya, Direktur Operasi LPPNPI Wisnu Darjono mengatakan pengoperasian ATC Bandara Halim Perdanakusuma dilakukan oleh LPPNPI/Airnav Indonesia dan TNI AU sesuai dengan nota kesepahaman yang ditandatangani beberapa waktu lalu.

“Pengoperasian seperti ini tidak masalah, karena Bandara Halim pun bukan satu-satunya (yang dioperasikan TNI AU dan Airnav), seperti di Yogyakarta, Solo, Malang,” katanya.

Peristiwa tabrakan terjadi antara pesawat Transnusa jenis ATR registrasi PK-TNJ dengan pesawat Batik Air jenis Boeing 737-800 registrasi PK-LBS rute HLP-UPG (ujung pandang).

Akibatnya, pesawat ATR rusak pada bagian ekor pesawat dan sayap bagian kiri, sedangkan pada pesawat Batik rusak pada bagian ujung sayap sebelah kiri.

Tidak terdapat korban jiwa pada kecelakaan tersebut, sebagian besar penumpang sudah diterbangkan pada hari berikutnya baik melalui Bandara Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara