Jakarta, Aktual.com – Pemerhati pendidikan penyandang disabilitas Sabar Gorky, menyesalkan ketiadaan naskah dengan huruf Braille pada saat Ujian Nasional (UN) SMA/SMK sederajat yang baru berakhir.
“Kami sangat menyesalkan ketiadaan naskah Braille saat UN. Bagaimana negara mau maju, kalau ada hambatan seperti ini. Padahal penyandang disabilitas juga memiliki kesempatan yang sama dengan yang lainnya,” ujar Sabar di Jakarta, Rabu (6/4).
Siswa tuna netra di sejumlah daerah kesulitan dalam mengikuti Ujian Nasional (UN), karena tidak adanya soal berhuruf Braille. Laporan tersebut berdasarkan pengaduan yang berasal dari Mataram, Jakarta, Karanganyar, Sidoardjo, dan Makassar yang masuk ke posko pengaduan UN FSGI.
Pengawas kemudian membacakan soal, namun peserta tetap merasa kesulitan karena soal-soal yang disertai gambar, simbol, dan grafik tidak bisa dijelaskan oleh si pengawas, sehingga peserta tuna netra dipaksa berimajinasi.
“Seharusnya siswa yang memegang naskah soal, bukan pengawas,” katanya.
Sabar mempertanyakan dana yang dialokasikan pemerintah untuk pengadaan naskah soal Braille saat UN. Menurut dia, seharusnya setiap daerah peduli dengan UN terutama naskah Braille karena hal itu berurusan dengan generasi mendatang.
“Bisa jadi ada penyandang disabilitas yang handal tetapi kalau tidak dikasih fasilitas UN Braille, maka kesempatannya menjadi terpotong,” kata dia.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti mengatakan siswa tuna netra kesulitan dalam mengikuti Ujian Nasional (UN) karena tidak adanya soal braille.
“Soal braille cukup mahal, diperkirakan Rp500.000 per soal. Tapi seharusnya, harga tidak menjadi halangan bagi pemerintah,” kata Retno.
Laporan tersebut berdasarkan pengaduan yang berasal dari Mataram, Jakarta, Karanganyar, Sidoardjo, dan Makassar ke posko pengaduan UN FSGI.
“Hal ini bentuk diskriminasi pemerintah terhadap penyandang disabilitas,” cetus Retno.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara