erlihat Bupati Musi Banyuasin Pahri Azhari keluar dari gedung KPK dengan memakai rompi tahanan KPK, Jakarta, Jumat (18/12/2015). KPK menahan Bupati Musi Banyuasin, sumsel, Pahri Azhari bersama isterinya Lucianty terkait kasus dugaan suap pembahasan APBD Kabupaten Musi Banyuasin. Sebelumnya Bupati Musi Banyuasin dan Isterinya mangkir dari jadwal panggilan 15 Desember 2015 lalu, keduanya berhasil lolos dari jerat tahanan.

Palembang, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi belum memperkarakan 33 anggota DPRD Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, meski berdasarkan satu perkara yang sudah inkracht diketahui bahwa semuanya telah menerima uang suap dari pemerintah kabupaten.

Salah seorang anggota tim jaksa penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto mengatakan, hingga kini KPK masih fokus pada dua kasus yang sedang di sidangkan, yakni Bupati Muba Pahri Azhari dan istri Lucianty dan empat pimpinan DPRD Muba.

“Untuk 33 anggota DPRD belum ada proses lebih lanjut, KPK masih fokus pada dua berkas yang sedang di sidangkan. Nanti akan terlihat sendiri karena kasus ini tidak berdiri sendiri, apalagi sudah ada satu perkara yang sudah inkracht,” kata dia di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (7/4).

Perkara yang sudah divonis hakim itu dengan terdakwa Samsuddin Fei (Kepala BPKAD Muba), Faisyar (Kepala Bappeda), Bambang Karyanto (anggota DPRD) dan Adam Munandar (anggota DPRD). “Dalam perkara yang sudah inkracht sangat jelas di persidangan bahwa seluruh anggota DPRD menerima Rp50 juta, walaupun ada juga yang menerima tidak penuh seperti Rp40 juta karena dipotong oleh ketua fraksinya.”

Demikian juga ketika para terpidana bersaksi pada sidang dengan terdakwa Bupati Muba Pahri Azhari dan istri Lucianty, bahwa terjadi pembagian dana suap dengan rincian Rp100 juta untuk masing-masing pimpinan DPRD yang berjumlah empat orang.

Kemudian Rp75 juta untuk masing-masing delapan pimpinan DPRD, dan Rp50 juta untuk masing-masing anggota yang berjumlah 33 orang. “Sejauh ini proses yang dijalankan yakni mengimbau kepada mereka untuk mengembalikan uang suap itu ke negara.”

Terkait kemungkinan ke-33 anggota DPRD ini terlepas dari jerat hukum, Wawan enggan memastikan karena jika merujuk pada Pasal 11 UU KPK diketahui bahwa KPK menindak para penyelenggara negara yang bertindak korupsi, atau bukan berdasarkan nilai suap.

“Jika melihat nilai suapnya memang kecil yakni Rp50 juta tapi mereka ini merupakan penyelenggara negara dengan jabatan sebagai anggota DPRD.”

Kasus suap terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di kediaman Bambang Karyanto (anggota DPRD Ketua Fraksi PDI-P) pada 19 Juni 2015.

Pada saat ini, dilakukan penyerahan sisa kesepakatan suap yang menjadi angsuran ketiga pemkab yakni senilai Rp2,56 miliar, sementara angsuran pertama Rp2,65 miliar dan angsuran kedua Rp200 juta khusus untuk empat pimpinan DPRD sudah diserahkan lebih dahulu.

Berdasarkan dakwaan jaksa diketahui bahwa Pemkab dan DPRD saling sepakat dengan nilai suap Rp17,5 miliar untuk memuluskan RAPBD Muba 2015 dan Laporan Pertanggungjawaban Bupati tahun 2014, meski diketahui secara hukum tidak ada konsekuensi langsung ke Pemkab jika tidak diterima DPRD.

Jaksa menjerat empat pimpinan DPRD dengan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 KUH Pidana.

Dan bupati nonaktif dan istri sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 KUHP dengan ancaman lima tahun penjara.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu