Jakarta, Aktual.com — Salah satu konsekuensi yang tidak terduga dari invasi Arab Saudi ke Yaman adalah menguatnya kelompok bersenjata Al Qaeda yang kini menjalankan pemerintahan di wilayah selatan negara tersebut.
Di wilayah itu, Al Qaeda menjalankan pemerintahan dengan dana hasil rampokan terhadap bank sentral lokal senilai 100 juta dolar AS dan pajak ekspor-impor di pelabuhan terbesar ke tiga Yaman.
Mukalla, sebuah kota pelabuhan Yaman berpenduduk 500.000 jiwa, kini menjadi ibu kota de facto negara mini Al Qaeda. Di situ, Al Qaeda menghapus pajak bagi penduduk lokal, menerapkan tarif bagi setiap kapal yang datang, dan menyebarkan video propaganda keberhasilan kelompok tersebut dalam membangun infrastruktur jalan.
Sejumlah pejabat pemerintahan Yaman dan pedagang lokal memperkirakan bahwa Al Qaeda berhasil memeras perusahaan minyak sebesar 1,4 juta dolar AS dan mendapatkan dua juta dolar AS setiap harinya dari pajak barang-barang d pelabuhan.
Kelompok AL Qaeda di Semenanjung Peninsula (AQAP–nama resmi kelompok itu) kini mempunyai 1.000 tentara hanya di kota Mukalla. Mereka menguasai garis pantai sepanjang 600 km dan berhasil memperoleh simpati dari penduduk Yaman bagian selatan.
“Saya lebih memilih Al Qaeda untuk tetap berada di sini karena mereka berhasil membuat situasi lebih stabil,” kata seorang penduduk Makalla (47).
Sementara itu Arab Saudi dan negara-negara Teluk lain justru memusatkan serangan mereka terhadap kelompok Houthi hanya karena dianggap sebagai boneka rival regional Iran. Upaya mereka hingga saat ini belum berhasil mengusir Houthi dari ibu kota Sanaa.
Menanggapi fenomena menguatnya Al Qaeda di Yaman, Arab Saudi menyatakan bahwa invasi mereka justru membuat “kelompok teroris” tercerai berai.
Meski demikian, investigasi dari Reuters menunjukkan hal sebaliknya. Al Qaeda justru semakin menguat.
Amerika Serikat menilai bahwa AQAP adalah cabang “Al Qaeda paling kuat.” Kelompok tersebut menjadi dalang di balik serangan terhadap majalah Charlie Hebdo di Paris pada tahun lalu dan sering menarget pesawat-pesawat Amerika Serikat.
“Keahlian mereka membuat bom dan merencanakan serangan yang kompleks membuat AQAP menjadi kelompok yang sangat berbahaya,” kata seorang pejabat anti-terorisme Amerika Serikat.
Sementara itu seorang pejabat pemerintahan Yaman mengatakan bahwa perang melawan Houthi justru “mempermudah ekspansi Al Qaeda.” Menurut dia, penarikan unit tentara pemerintah dari wilayah selatan membuat Al Qaeda berhasil mendapatkan “pasokan senjata canggih lengkap dengan kendaraan militer.” “Ini adalah sebab kenapa Al Qaeda menjadi semakin kuat dan berbahaya,” kata pejabat tersebut.
Sepekan setelah Arab Saudi memulai operasi militer melawan Houthi pada Maret tahun lalu, pasukan Yaman menghilang dari jalanan Mukalla untuk berpindah ke zona perang.
Penarikan itu membuat warga ditinggal tanpa pertahanan. Al Qaeda yang saat itu hanya beranggotakan belasan orang berhasil merebut sejumlah gedung pemerintahan dan membebaskan 150 anggota mereka di penjara, termasuk di antaranya adalah pemimpin senior Khaled Batarfi.
Dalam kondisi keamanan yang vakum itu, Al Qaeda menjarah pangkalan militer yang penuh dengan persenjataan canggih. Mereka juga merampok cabang bank sentral di Mukalla dan berhasil mendapatkan sekitar 100 juta dolar AS.
“Uang tersebut cukup untuk mendanai operasi mereka selama 10 tahun ke depan,” kata seorang pejabat keamanan senior Yaman.
Mukalla adalah kota pelabuhan. Di tempat itu, Al Qaeda berhasil memperoleh pemasukan dua juta dolar AS sampai lima juta dolar AS setiap harinya dari pajak bea cukai dan penyelundupan minyak.
“Ratusan truk minyak akan mudah ditemukan di sana. Mereka menyelundupkan bahan bakar dari satu daerah ke tempat lainnya untuk menjualnya,” kata mantan menteri transportasi Yaman, Basalmah.
Selain mendapatkan sumber keuangan, Al Qaeda juga berhasil memperoleh simpati warga Yaman di tengah konflik antara negara- negara Teluk dengan kelompok Houthi.
“Banyak wilayah yang jatuh ke tangan kami setelah kepergian Houthi karena kamilah organisasi yang dipercaya warga,” kata pemimpin AQAP, Batarfi.
Kelompok itu belajar untuk tidak terlalu menampakkan kekejaman sebagaimana ISIS di Suriah dan Irak. Jarang sekali mereka mengeksekusi warga dengan tudingan tindak kriminal “sihir” ataupun melempari mereka yang berhubungan seks di luar pernikahan dengan batu.
Jikapun ada eksekusi seperti itu, AQAP tidak pernah menyebarkan videonya untuk memunculkan ketakutan di kalangan warga. Mereka juga lebih memilih memenjarakan tokoh yang dianggap sebagai ancaman.
“Kami melanjutkan hidup dengan normal. Mereka (AQAP) membaur dengan kami. Tentu saja mereka berupaya menjadi penguasa yang populer,” kata seorang warga.
Seorang diplomat yang mengamati Yaman mengatakan bahwa jika Al Qaeda berhasil menjadi organisasi politik dan ekonomi yang mengakar di antara rakyat, maka kelompok itu akan menjadi ancaman yang tangguh.
“Kita tengah menghadapi Al Qaeda yang lebih kompleks. Ini bukan hanya organisasi teroris tetapi juga pergerakan memperoleh wilayah di mana warga di sana senang dipimpin mereka,” kata diplomat itu.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka