Jakarta, Aktual.com – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) sejak awal sudah mencurigai ada aroma korupsi dalam proses panjang pembahasan reklamasi Teluk Jakarta.

Hal tersebut terbukti pasca terkuaknya praktik suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pembahasan Raperda reklamasi di DPRD DKI Jakarta pekan lalu.

Ketua Dewan Pembina KNTI, Chalid Muhammad menyebut ada ‘penyelundupan’ hukum dalam proses panjang reklamasi pantai utara Jakarta yang dimotori Pemprov DKI.

“Putusan Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan reklamasi tidak sesuai. Kemudian pengusaha menggugat dan KLH menang,” kata Chalid dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Reklamasi Penuh Duri’ di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/4).

Pasca kemenangan itulah, ujar dia, kemudian ada penyelundupan hukum. Yakni dengan memecah Amdal jadi per pulau. “Sebab jika amdal-nya 17 pulau, itu memang kewenangan pusat,” sambungnya.

Menurut Chalid, di sinilah kemudian Pemprov DKI (baca: Ahok) merasa memiliki kewenangan mengeluarkan izin, lantaran pulau-pulau tersebut berada di Teluk Jakarta.

“Lagi pula kan ga mungkin harusnya ada pulau masuk Kecamatan A. Dan wilayah laut ya kepunyaan negara,” ujar dia.

Dia pun berharap KPK bisa membongkar praktik lancung eksekutif, anggota dewan, serta pengusaha dalam proses pembahasan reklamasi tersebut. Sehingga nantinya izin reklamasi Teluk Jakarta bisa ditangguhkan seperti halnya dalam pembangunan Hambalang.

Artikel ini ditulis oleh: