Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2). Meskipun menuai pro dan kontra, tapi proyek reklamasi di Teluk Jakarta terus berjalan dan rencananya akan rampung pada akhir tahun 2018 mendatang, dimana 10 pulau buatan telah mengantongi izin reklamasi dan amdal, sementara tujuh pulau buatan lainnya masih dalam proses pengajuan amdal dan reklamasi. ANTARA FOTO/Andika Wahyu/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia menyebut proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta telah menurunkan pendapatan nelayan, sekitar 40 hingga 50 persen.

“Jelas berdampak besar pada sisi ekonomi, sekarang sekitar 40 hingga 50 persen penghasilan nelayan berkurang,” kata Ketua Dewan Pembina KNTI Chalid Muhammad dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Sabtu (9/4).

Saat ini, kata Chalid ribuan nelayan teralienasi karena akses mereka untuk melaut menjadi terbatas sejak perairan utara Jakarta diprivatisasi dengan pulau-pulau buatan tersebut.

“Hasil tangkapan menurun drastis karena kualitas laut Jakarta makin buruk. Reklamasi telah menambah tingkat kekeruhan air sehingga nelayan harus pergi lebih jauh untuk menangkap ikan.”

Selain itu, kegiatan pembangunan di pulau-pulau reklamasi juga mengakibatkan laju arus air melambat hingga berpotensi menggenangi kampung nelayan.

Dari sisi sosial, pulau reklamasi yang lebih diperuntukkan bagi warga dengan penghasilan besar itu dianggap akan makin menunjukkan kesenjangan sosial, jika disejajarkan dengan tempat tinggal nelayan yang sebagian besar merupakan perkampungan kumuh.

Meskipun pendapatan berkurang dan sebagian nelayan terpaksa menyambung hidup dengan menjadi buruh serabutan, tidak banyak nelayan yang ingin beralih profesi.

“Untuk beralih dari nelayan ke pekerjaan lain, kan tidak mudah, itu sudah jadi akar budaya mereka. Laut adalah bagian penting kehidupan nelayan.”

Sependapat dengan Chalid, Wakil Ketua Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Angke Sugiyanto mengakui bahwa proyek reklamasi memengaruhi nelayan dari sisi ekonomi.

“Dahulu kalau ke pulau gampang sekarang tidak bisa. Tidak bisa bikin ternak kerang ijo lagi karena hancur akibat proyek Pulau G, kapal juga tidak bisa masuk,” ujar dia.

Sugiyanto, warga Muara Angke, mengakui berbagai kegiatan nelayan di sekitar tempat tinggalnya berkurang sejak 2012 atau sejak proyek reklamasi mencuat.

Nelayan di Muara Angke dan sekitaran Teluk Jakarta mencari hasil laut dengan perahu cumi, perahu rampus, dan bagan tancap. Namun, kata Sugiyanto, proyek reklamasi mengurangi kegiatan melaut para nelayan.

“Kawasan Jakarta Utara ditutup, bagaimana kapal bisa masuk? Bohong kalau (reklamasi) tidak berdampak pada nelayan,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu