Jakarta, Aktual.com — Puluhan warga kawasan Pasar Ikan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara sudah banyak yang mengemasi barang-barangnya karena segera pindah setelah mendapatkan surat pemberitahuan ketiga, Sabtu (9/4) kemarin.
Namun, rupanya masih banyak warga yang bertahan dari ancaman penggusuran, meskipun tak jauh dari rumahnya ratusan sepatu lars bersiaga. Salah satu warga yang bertahan, Yarni (47) mengatakan demi keluarganya dirinya siap pasang badan.
“Saya gakkan keluar dari rumah mau ada excavator biarin,” tegasnya di Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (10/4).
Sebetulnya, intimidasi yang ia terima dari aparatus telah membuat dirinya gemetar ketakutan. Namun, ia tetap bertahan karena merasa berhak atas tempat tinggalnya.
“Polisi pada lewat kan bawa senjata panjang-panjang (laras panjang). Saya udah gini aja,” tuturnya sambil memeragakan tangganya saat bergetar.
Sebab itu, ia menilai, bahwa penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI sangat tidak manusiawi. “Emang Ahok kira kampung kami kampung teroris?” tanya dia kesal.
Yarni yang sudah menempati Pasar Ikan selama 40 tahun mengakui, bahwa harta bendanya yang di kampung halamannya telah ia uangkan untuk merenovasi rumahnya setelah mengalami dua kali peristiwa kebakaran.
“Saya gak punya apa-apa lagi, rumah dan tanah di kampung udah dijual untuk bangun rumah ini, karena sudah dua kali terbakar,” papar Yarni.
Ia juga menambahkan, persoalan penggusuran bukan hanya sebuah perpindahan tempat berteduh, tapi juga perpindahan kehidupan. Dimana, Pasar Ikan telah menjadi bagian kehidupan suami dan anaknya.
“Kalau dibongkar, Cindy mau berangkat sekolah dari mana?” tutur Yarni menirukan suara anaknya, Cindy (12).
Ditanya seperti itu, Yarni tak tau harus jawab apa pada anaknya, ia hanya menangis. Ia tak tahu harus pindah ke mana setelah setelah pemerintah menggusur rumahnya nanti.
Sedangkan Suami Yarni hanyalah pekerja kuli panggul di Pelabuhan Sunda Kelapa dengan penghasilan tak lebih dari Rp 50 ribu perharinya. Hal ini tentunya menjadi persoalan sendiri jika mereka harua pindah dari Pasar Ikan untuk menemukan pekerjaan baru.
“Sehari-harinya cuma dapat sore abis pagi, gak bisa dibilang cukup,” ungkapnya sedih.
Olehnya, ia bertekad, untuk tetap di dalam rumah meski tangan-tangan beckhoe menggaruk setiap inci rumahnya. Ia tidak memusingkan jika tubuhnya tertimbun rumahnya sendiri.
“Mak ntar mak mati Cindy sama siapa?,” kata dia menceritakan anaknya.
“Biarlah nak, mak udah pasrah, biar tertimbun reruntuhan juga,” ucap Yarni.
Tak hanya Yarni, ia bersama 300 lebih KK di Pasar Ikan akan bertahan melawan penggusuran. Meski derap langkah lars bertubi-tubi menginjaki rumahnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby