Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara, Jakarta, Selasa (15/12). Meskipun menuai pro dan kontra, namun proyek Reklamasi di Teluk Jakarta terus berjalan dan rencananya akan rampung pada akhir tahun 2018 mendatang. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc/15.

Jakarta, Aktual.com — Pembahasan raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta antara DPRD DKI Jakarta dan pemerintah provinsi tidak ada gunanya karena reklamasi terus berlangsung.

Demikian disampaikan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik dikantor KPK, Senin (11/4), ketika memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi terkait kasus suap Raperda reklamasi tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

“Tertunda soal dua hal, pertama soal izin. Kita tidak mau memasukkan izin karena izinnya kan sudah keluar, apa yang mau dimasukkan? Jadi tidak ada raperda ini izinnya sudah jalan karena gubernur mengatakan raperda sudah distop, reklamasi jalan terus, jadi tidak ada artinya sebenarnya raperda itu,” kata Taufik.

Taufik menyebut, reklamasi yang saat ini terus digarap di teluk Jakarta tak memiliki kekuatan hukum. “Kita bilang silakan di Peraturan gubernur soal 5 persen 15 persen itu simulasinya karena tidak ada dasar hukumnya, makanya kita bilang silakan di Pergub, karena di Perda kan harus ada dasar hukumnya. Dasar hukumnya hanya diskresi yang adalah kewenangan gubernur sebagai eksekutif, bukan DPRD.”

Terkait penggeledahan yang berlangsung di DPRD DKI, Taufik menyebut penyidik KPK hanya membawa dokumen reperda. “Yang lain tidak ada, cuma dokumen reperda saja.”

Taufik pun memastikan tak kenal dengan bos PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma atau Aguan, yang telah dicekal KPK dalam kasus ini. “Saya tidak pernah berhubungan dengan Agung Sedayu, tidak ada sama sekali. Saya pemeriksaan sebagai saksi.”

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.

Dalam operasi tangkap tangan pada Kamis (31/3), KPK menemukan barang bukti uang senilai Rp1,14 miliar dari total Rp2 miliar yang sudah diberikan Ariesman meski belum diketahui total “commitment fee” yang diterima Sanusi. Suap kepada Sanusi diberikan melalui Personal Assistant PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro.

Raperda tersebut sudah dibahas sejak beberapa bulan lalu namun pemerintah provinsi DKI Jakarta dan Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta belum sepakat, karena pemprov DKI Jakarta mengusulkan tambahan kontribusi 15 persen nilai jual objek pajak dari lahan efektif pulau yaitu seluas 58 persen luas pulau.

Sementara sejumlah anggota baleg DPRD mengusulkan persentase NJOP dan luasan faktor pengali yang jauh lebih kecil yaitu 5 persen. Namun hingga saat ini belum diketahui apakah Sugianto juga ikut menyuap Sanusi atau anggota baleg DPRD lain karena KPK belum menetapkan tersangka lain.

KPK menyangkakan Sanusi berdasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu