Jakarta, Aktual.com — Pengelolaan jalan tol Jakarta Outer ring Road seksi S masih jadi polemik. Hal tersebut dinilai janggal pelaksanaan eksekusi terhadap jalan tol JORR Seksi S, yang dilakukan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo pada 16 Maret 2016.
Apalagi eksekusi yang dilakukan oleh Jaksa Agung berbeda dengan pelaksanaan eksekusi pertama, yang dilakukan oleh jaksa eksekutor pada tahun 2013.
Guru besar hukum tata negara Universitas Hasanuddin Profesor Aminuddin Ilmar menyatakan, eksekusi yang dilakukan oleh jaksa harus mengikuti amar putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Menurut Aminuddin, pelaksanaan eksekusi tidak boleh mengurangi atau melebihi isi amar putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap. Ia mempertanyakan dasar pelaksanaan eksekusi sampai dua kali.
“Apa dasar Jaksa Agung untuk melakukan eksekusi yang kedua kali apakah berkaitan dengan utusan Mahkamah Agung (MA)? Eksekusi harus mengikuti amar putusan hakim,” kata Aminuddin, Minggu (10/4).
Menurut dia, jika mengacu pada amar putusan dapat dengan mudah melihat apakah eksekusi pertama mengikuti amar putusan ataukah eksekusi kedua yang mengikuti amar putusan MA.
“Ini memang terlihat janggal, tapi bisa saja eksekusi kedua itu untuk menyempurnakan putusan pertama. Tapi tetap saja janggal, karena itu hal ini harus dipelajari dahulu.”
Kasus ini terjadi sejak tahun 1998, saat Jasa Marga mengambil alih aset tersebut yang sebelumnya merupakan barang sitaan negara atas ketidakmampuan oknum melunasi utang untuk pembangunan jalan tol kepada BNI. Pada 1995, PT. Marga Nurindo Bhakti mengambil kredit dari BNI senilai Rp 2,5 triliun.
Kredit tersebut pada mulanya ditujukan untuk pembangunan jalan tol JOR-S. Namun, setelah diaudit dana pinjaman yang dipakai untuk pembangunan tol hanya Rp 1 triliun. Hingga saat ini belum diketahui sisa dana pinjaman tersebut dialirkan kemana.
Pada 6 Februari 2013, Kejagung menyerahkan pengelolaan JORR S kepada PT MNB dan Hutama Karya, selanjutnya pada 16 Maret 2016, Kejagung melakukan tindakan yang berbeda dengan menyerahkan kepada Hutama Karya. Sehingga terjadi kerancuan.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu