Jakarta, Aktual.com — Pinjaman uang sebesar US$ 3 miliar atau sekitar Rp40 triliun dari Bank Pembangunan China (CDB) yang ditanam di tiga bank pemerintah, rencananya dialokasi untuk menutup biaya proyek infrastruktur.
Nyatanya, ketiga bank penerima pinjaman yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Negara Indonesia (BNI) malah mengalokasikan sebagian besar dana tersebut untuk industri manufaktur.
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menilai penyaluran dana kredit oleh tiga bank BUMN kesejumlah perusahaan sudah sesuai. Sebab, dalam perjanjian memang disebutkan bahwa pinjaman ditujukan ke infrastruktur, industri dan cross border bisnis.
“Jadi secara perjanjian tidak salah. Yang salah adalah kenapa bisa cair dalam fase yang sangat pendek yaitu 1 bulan dari pencairan CDB sudah langsung bisa disalurkan US$3 milyar. Kan kriterianya infrastruktur, industri dan cross border business. Jadi tidak melanggar,” ujar Darmadi di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/4).
Namun yang tidak wajar, lanjutnya, adalah apakah dilakukan analisis secara mendalam, karena dilihat dari waktu pencairannya tidak mungkin dilakukan analisis secara mendalam. Ia mencurigai, penyaluran kredit ini merupakan titipan yang sudah diarahkan pihak CDB dan pemerintah.
“Jadi kemungkinan ini adalah penyaluran kredit titipan. Artinya sudah diarahkan antara CDB dengan pihak pemerintah dari awal. Kemungkinan pihak CDB dengan kementerian BUMN. Makanya, kurang lebih sebulan sudah cair kreditnya ke perusahaan-perusahaan tersebut. Terlalu cepat apalagi nilainya segitu besar,”
“Harusnya dianalisa mendalam. perusahaan yang pinjam dana kecil saja kalau ngajukan kredit bisa 3 bulan bahkan sampai 6 bulan analisis dan proses. Ini 1 bulan saja sudah cair 3 milyar USD,” ungkap Darmadi.
Seharusnya, sambung dia, ada beberapa hal yang mesti dilakukan ketiga bank BUMN tersebut sebelum menyalurkan dana kredit hasil pinjaman dari China ke sejumlah perusahaan-perusahaan.
“Harus analisis dulu industrinya. Jadi yang bagus harus ada industry analysis, company analysis, competitor analysis dan customer analysis,” terangnya.
Bila tidak menggunakan metode tersebut, maka ketiga bank BUMN dalam memberikan kredit kesejumlah perusahaan patut dipertanyakan.
“Makanya kita curiga banyak yang tidak layak dikasih pinjaman. Kemungkinan kredit ini sudah diarahkan sejak awal, Supaya dialirkan ke grup-grup perusahaan dari pengarah. Atau bisa juga mendapatkan fee untuk me-arrange kredit ini. arranger fee,” pungkasnya.
Selain itu, kata Darmadi, dalam perjanjian diduga pinjaman tersebut tidak murni ‘business to business’.
“Tapi ada tanggung jawab pemerintah dalam perjanjian tersebut. Ini bisa ada resiko karena kurang dalam analisis kredit maka terjadinya kredit macet bisa tinggi,” katanya.
Politikus PDIP ini mengaku heran dengan begitu mudahnya bank BUMN memberikan dana kredit ke sejumlah perusahaan-perusahaan yang dianggapnya tidak tepat. Apalagi, ke perusahaan yang bergerak dibidang tambang.
“Perusahaan-perusahaan yang industri atau busnis lagi payah pantas dicurigai. Tambang lagi payah. Pertambangan, minyak dan gas, besi, itu bisnisnya lagi payah,” cetus Darmadi.
Untuk itu, DPR akan memanggil dan mempertanyakan hal itu pada pihak-pihak yang terkait. “Kita akan terus panggil bank BUMN tersebut. dan kita minta data proses bagaimana mereka melakukan analisis,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh: