Jakarta, Aktual.com — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperketat pengawasan arus ekspor dan impor komoditas kelautan dan perikanan. Hal itu sebagai upaya menegakkan kebijakan larangan penangkapan kepiting, rajungan dan lobster bertelur.
“KKP melalui Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) terus bertekad meningkatkan pengawalan kedaulatan di sektor kelautan dan perikanan,” kata Kepala BKIPM KKP Rina di Jakarta, Sabtu (16/4).
Menurut Rina, BKIPM terus berupaya meningkatkan pengawasan pelaksanaan pilar sasaran strategis secara menyeluruh, baik di bidang pengendalian hama dan penyakit ikan, karantina, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan maupun pengendalian keamanan hayati ikan.
Selain itu, ujar dia, BKIPM juga melaksanakan sistem kontrol pada CITES (Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Terancam), pencegahan ekspor/impor hasil perikanan yang tidak memenuhi persyaratan dan meminimalkan penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra.
Ia memaparkan, terkait pelaksanaan sistem kontrol pada CITES, pada akhir Maret 2016 lalu, BKIPM juga berhasil mengamankan 793 ekor Arwana Golden (Schleropagus formosus) yang termasuk dalam Apendiks 1 CITES, ukuran 10 cm dan 378 ekor Arwana Silver Brazil (Osteoglossum bicirchosum) ukuran 5-10 cm.
Rina menegaskan, pada tanggal 29 Maret 2016 pukul 23.00 WIB, tim BBKIPM Jakarta I memeriksa dokumen karantina dari komoditas perikanan asal Pekanbaru, Riau. Dokumen itu menyatakan bahwa isi barang kiriman tersebut adalah Ikan Botia.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas BBKIPM Jakarta I ternyata barang berisi 1.171 ekor ikan Arwana. “Untuk saat ini, arwana-arwana yang mempunyai nilai ekonomis RP1,9 miliar diamankan di instalasi BKIPM Jakarta I,” katanya.
Sepanjang tahun 2015, BKIPM KKP telah menggagalkan lalu lintas komoditas perikanan yang tidak sesuai ketentuan senilai Rp107,5 miliar, dan tahun 2016 hingga Maret terhitung senilai Rp99,5 miliar.
Kontribusi BKIPM dalam meminimalisir kasus penolakan ekspor hasil perikanan adalah dengan menekan jumlah kasus agar tidak melebihi 10 per negara mitra. Sebagai contoh, Indonesia menempati posisi 19 dalam daftar kasus penolakan di Uni Eropa tahun 2015 dengan 7 kasus penolakan ekspor dari total 3.883 pengiriman ke negara-negara Uni Eropa yang terdiri dari 28 negara anggota.
Sementara dalam rangka evaluasi sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dan ketertarikannya untuk mempelajari sektor perikanan budidaya, Tim Inspeksi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US-FDA) juga berkunjung ke Indonesia pada Selasa (12/4).
“Dalam kunjungan kali ini, Tim Inspeksi US-FDA akan menitikberatkan pada produk perikanan udang dan kepiting. Lokasi kunjungan telah ditetapkan oleh Tim Inspeksi US-FDA di tiga provinsi,” papar Rina dan menambahkan ketiga provinsi itu adalah DKI Jakarta, Lampung, dan Jawa Timur.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Nebby