Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selalu menyebut pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras, sudah sesuai kaidah peraturan perundang-undangan.
Bahkan, tercantumnya penganggaran program tersebut pada kebijakan umum anggaran serta prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) Perubahan 2014 sebagai bentuk perencanaan matang.
Tapi, menurut Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, tercantumnya rencana pembelian lahan seluas 3,6 ha pada KUA-PPAS itu, tidak bisa menjadi tolok ukur.
Sebab, KUA-PPAS merupakan dasar kebijakan bersifat umum untuk membahas jenis penggunaan anggaran. Secara spesifik, nantinya tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
“Jadi, tidak bisa KUA-PPAS dianggap sebagai persyaratan penggunaan anggaran. KUA-PPAS bukan dokumen final dalam penganggaran,” ujarnya kepada Aktual.com di Jakarta, Minggu (17/4).
Terlebih, imbuh Uchok, pada 22 September 2014, Kemendagri memberikan evaluasi menyangkut pembelian lahan guna pembangunan RS khusus kanker tersebut.
Kemudian, evaluasi atas APBD Perubahan 2014 ini tidak melalui proses yang benar, yakni dibahas oleh tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD.
“Nomenklatur dan anggaran pembelian RS Sumber Waras pun bermasalah, karena tidak mempedomani Permendagri No. 72/2012,” imbuh eks aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu.
Uchok menambahkan, tercantumnya proyek Sumber Waras pada KUA-PPAS juga tidak bisa menjadi acuan perencanaan pembelian lahan, lantaran tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Tentu perencanaan yang dimaksud dalam UU No. 2/215, Perpres 71/2012, ataupun Peraturan Kepala BPN No. 5/2012, bukan sekadar penganggarannya saja. Tapi, harus ada kajiannya,” bebernya.
“Misalnya, apakah sudah cukup urgen Jakarta memiliki RS khusus kanker, karena sebelumnya ada RS Dharmais? Apakah lahannya sesuai untuk pendirian RS? Dan lain sebagainya,” tukas mantan koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra ini.
Artikel ini ditulis oleh: