Warga mengamankan barang-barang mereka saat eksekusi Penertiban kawasan Pasar Ikan Luar Batang di Jalan Pasar Ikan, RW04, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Senin (11/4/2016). Pemprov DKI Jakarta membongkar sebanyak 853 bangunan di kawasan tersebut dalam rangka revitalisasi kawasan wisata Sunda Kelapa, Museum Bahari, dan kawasan Luar Batang.

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Perkotaan, Ariko Andikabina Amansyah mengkritik tindakan Pemprov DKI Jakarta yang bersikap represif saat melakukan penggusuran di Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (11/4) kemarin.

“Kota yang tidak memikirkan anak-anak, kota itu akan diabaikan oleh warganya,” ucapnya kepada Aktual.com, Jakarta, Minggu (17/4).

Pasalnya, menurut Ariko, anak-anak adalah calon generasi penerus yang akan menghidupkan kota itu di masa depan dengan caranya sendiri. Sebab itu, sikap Pemprov DKI yang represif saat melakukan penggusuran kala itu, akan diingat oleh anak-anak yang melihat langsung orangtuanya diusir paksa oleh ribuan aparat gabungan dan bekchoe.

“Kalau memorinya itu keras, maka dia mensikapi kotanya juga keras,” tambah Ariko yang juga menjabat menjadk Wakil Ketua di Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta.

Ditambah, lanjut Ariko, penggusuran Pasar Ikan juga dinilai terlalu terburu-buru dengan tidak memberikan waktu untuk warganya mempersiapkan diri.

“Urgensi apa penggusuran itu harus dilakukan tergesa-gesa? Di saat anak-anak masih berkutat dengan ujian sekolah. Ini masa depan bangsa,” tutur dia.

Sebab itu, Ariko mengingatkan, Pemprov tidak lagi mengedepankan tindakan-tindakan represif kepada warganya, agar ke depannya tidak menjadi budaya yang berkelanjutan.

“Apa budaya (kekerasan) itu yang ingin kita tinggalkan?” tanya Ariko menutup.

Artikel ini ditulis oleh: