Jakarta, Aktual.com — Direktur Central for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi mengatakan, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor Balai Kota DKI Jakarta terkait lambannya pengusutan kasus reklamasi pantai utara Jakarta.
Pasalnya, banyak aturan yang ditabrak Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purmama alias Ahok, yang memberikan izin kepada pengembang terkait reklamasi tersebut.
“Kelambatan ini bisa terlihat dari belum digeledah ruangan balai kota dan kantor Podomoro,” kata Uchok kepada Aktual.com, Senin (18/4).
Seharusnya, kata Uchok, lembaga antirasuah itu juga berani mengembangkan penyidikan kasus reklamasi. Bukan berkutat hanya soal suap Podomoro kepada DPRD DKI.
Menurut dia, penegakan hukum di KPK yang mengatakan bahwa kasus reklamasi Jakarta ini sebagai grand corruption, maka harus dilakukan penggeledahan tehadap kantor dan kantor pengembang.
“Bukan cuma geledah pasang juga garis polisi pada kedua kantor ini.”
Diketahui bahwa, tak sampai dua bulan pasca Ahok ditetapkan sebagai Gubernur DKI pada (23/12) silam, Ahok untuk pertama kalinya menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi. Kemudian pada tahun 2015, bekas politikus tiga partai itu kembali menerbitkan izin reklamasi untuk beberapa pengembang.
Namun, landasan hukum yang dipakai Gubernur DKI Jakarta Ahok dalam mengeluarkan izin reklamasi itu bertentangan dengan Perpres nomor 54 tahun 2008 tentang kawasan Jabodetabek Punjur. Dalam peraturan Perpres nomor 54 itu detegaskan bahwa Kepres nomor 52 tahun 1995 sudah dicabut.
Jika Ahok menggunakan Kepres 52 tahun 1995, harus dilihat Kepres tersebut sudah diganti dengan Perpres nomor 54 Tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jabodetabek Punjur. Pada pasal 72, dijelaskan bahwa Kepres nomor 52 tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku.
Selain itu proyek reklamasi Teluk Jakarta juga disinyalir melanggar peraturan presiden No. 122 Tahun 2012 bahwa pemerintah daerah, dalam hal ini Gubernur Provinsi DKI Jakarta tidak berwenang mengeluarkan izin reklamasi.
Sebab, dalam proyek reklamasi, yang berhak mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 16 ayat (2), (3), dan (4) Peraturan Presiden No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dengan adanya aturan hukum tersebut, sudah seharuanya Gubernur DKI Jakarta tidak memiliki kewenangan dalam mengeluarkan izin reklamasi di Teluk Jakarta. Meski begitu, faktanya Gubernur DKI telah mengeluarkan empat izin untuk empat Pulau yaitu Pulau G, F, I, dan K.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dan Presdir PT Agung Podomoro Ariesman Widjaja serta Trinanda Prihantoro selaku personal assistant PT APL sebagai tersangka.
Ketiganya, ditetapkan tersangka terkait suap pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035, dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Selain itu ada pula pihak yang dicekal dalam kasus ini yakni, stafsus Ahok, Sunny Tanuwidjaja dan bos Agung Sedayu Group Sugiyanto Kusuma atau Aguan dan sejumlah pihak lainnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu