Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat menyatakan sistem pembayaran yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak sesuai dengan keinginan masyarakat sehingga perlu segera diperbaiki.

“Banyak kenyataan Sistem Pembayaran BPJS ini tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ada beberapa efek negatif yang membuat langkah mundur pada jaminan sosial bidang kesehatan di negara ini,” kata Adang Sudrajat dalam rilis yang diterima di Jakarta, Senin (18/4).

Menurut Adang, sistem pembayaran BPJS pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) selama ini mengunakan Sistem Kapitasi dengan jalan membayar tetap berdasarkan jumlah peserta terdaftar sehingga dampaknya, Sistem Jaminan Kesehatan tersebut memiliki banyak efek negatif kepada masyarakat.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu memaparkan, beberapa aspek negatif akibat sistem pembayaran BPJS tersebut, yaitu, pertama FKTP menjadikan peserta yang berobat sebagai biaya atau beban sehingga hal ini akan membayar dokter dengan harga yang murah.

“Akibatnya, dokter bekerja tidak dengan hatinya. Pasien akan kapok berobat karena rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan, atau FKTP akan dengan cepat merujuk pasien ke fasilitas kesehatan di atasnya,” katanya.

Selain itu, ujar dia, dengan murahnya biaya dokter tersebut, berdampak pada membengkaknya biaya yang harus dibayar ke mitra sebab rujukan yang diberikan FKTP tidak sesuai.

Bila hal itu terjadi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Tinggi (FKTT), lanjutnya, maka akan menyebabkan “overload” (berlebih) dan dampaknya akan menurunkan kualitas pelayanan.

Oleh karena itu, Adang lebih memilih jika FKTP diterapkan lebih pada aspek preventif (pencegahan) dan promotif (dukungan) dalam upaya sebelum datangnya penyakit.

Ia juga mengutarakan harapannya agar Dewan Pengawas BPJS yang sudah terbentuk mampu mengevaluasi setiap saat Sistem Jaminan Kesehatan BPJS ini.

Sebelumnya, Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alvin Lie meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengkaji ulang sistem rayonisasi pelayanan kesehatan karena membatasi masyarakat untuk mendapatkan layanan sesuai pilihannya.

“Kaji rayonisasi karena menyulitkan masyarakat,” kata Alvin dalam seminar “Membangun Kemitraan antara Pemerintah, BPJS dan Fasilitas Kesehatan menuju Kualitas Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional” di kantor Lembaga Administrasi Nasional, Jakarta, Rabu (6/4).

Rayonisasi yang diterapkan saat ini, kata dia, membuat masyarakat terbatas mengakses layanan fasilitas kesehatan. Seolah-olah mereka dipaksa untuk menggunakan fasilitas kesehatan di wilayah atau rayonnya. Ini belum termasuk jika fasilitas di suatu rayon belum memadai untuk melayani pengobatan suatu penyakit dari peserta BPJS.

Selain soal pengkajian rayonisasi, Alvin meminta BPJS Kesehatan untuk memperbaiki berbagai hal terkait pelayanannya kepada masyarakat. Di antaranya agar lembaga asuransi publik ini mencantumkan informasi pihak tertanggung BPJS untuk kemudahan pendataan.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan