Jakarta, Aktual.com — DPR siap kebut proses revisi UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Langkah awalnya, dalam masa sidang kali ini harus bisa dibahas di Badan Legislasi DPR dan Badan Musyawarah DPR, baru kemudian disahkan di Sidang Paripurna.
Meski begitu, revisi ini jangan sampai kembali menggadaikan kepentingan rakyat Indonesia, sehingga sumber daya alam (SDA) Indonesia banyak dinikmati kepentingan asing.
“Kami akan bahas sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, dimana negara harus berdaulat terhadap SDA-nya. Seperti yang tertulis dalam Pasal 33 UUD 1945,” sebut Anggota Komisi VII DPR, Satya W. Yudha, dalam diskusi di Hotel Darmawangsa, Jakarta, Rabu (20/4).
Dalam konteks ini, kata dia, agar SDA dapat dimaksimalkan untuk kepentingan rakyat maka peran PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN migas harus diperkuat.
“Pemikiran kami itu antara lain perlu ada kepemilikan penuh pemerintah lewat BUMN (Pertamina) terhadap SDA kita. Makanya kami ingin di UU ini, peran Pertamina diperkuat sesuai keputusan MK itu,” lanjut Satya.
Satu hal yang dianggap untuk memperkuat Pertamina adalah terkait mineral rights. Saat ini, hak itu dipegang oleh pemerintah melalui Menteri ESDM. Dulu memang, mimeral rights sempat dipegang penuh oleh Pertamina.
“Makanya, pertanyaan yang mengemuka adalah, apakah mineral rights itu harus dipegang penuh oleh Pertamina?,” tegas dia.
Sepertinya, DPR tidak akan menyetujui hak itu dipegang terlalu kuat oleh Pertamina.
“Iya, sepertinya kami tidak akan mengarah ke sana, takutnya (Pertamina) terlalu powerfull. Ini tidak bagus. Yang penting adalah, SDA sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat,” jelas dia.
Memang dengan adanya mineral rights jika di tangan Pertamina, maka Pertamina bisa memiliki kewenangan penuh, misal terkait menandatangani kontrak satu blok migas, menenderkan blok, eksplorasi blok, dan lainnya tanpa izin pemerintah.
“Jadi saat ini, sebentar lagi akan dibawa ke Baleg, kemudian ke Bamus, baru dibawa ke Paripurna. Lama tidaknya tergantung Paripurna tadi,” ujar Satya.
Ada beberapa poin penting dalam revisi UU Migas ini. Antara lain pertama, pemerintah menyerahkan kuasa pertambangan kepada perusahaan migas nasional dalam hal ini PT Pertamina (Persero).
Kedua, pemerintah meniadakan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan mengembalikan tugas dan fungsinya ke Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Ketiga, pemerintah meniadakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan meleburkannya ke tubuh Pertamina.
Keempat, memberlakukan kembali konsep lex specialist di industri migas.
Mempercayakan kewenangan agregasi gas bumi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sahamnya dimiliki penuh oleh pemerintah.
Kelima, memberikan hak kepada perusahaan negara untuk memonetisasi kekayaan alam (migas) yang ada di perut bumi Indonesia dengan pencatatan yang transparan.
Publik sendiri sangat menanti revisi UU Migas ini. Sehingga kontrol negara terhadap pengelolaan migas dari penguasaan asing dapat terwujud.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka