Seorang pekerja melakukan pengecekan fasilitas pengolahan di 'rooftop' Residual Fluid Catalytic Cracker (RFCC) di area kompleks Kilang RU IV Lomanis, Cilacap, Jateng, Senin (14/9). Pertamina menyiapakan dua fase dalam program Refinery Development Master Plan (RDMP), yaitu pembangunan dan optimalisasi kilang hingga tahun 2023. ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/kye/15.

Jakarta, Aktual.com — Direktur Komunitas Migas Indonesia (KMI), Herry Putranto menyayangkan sikap pemerintah tidak kreatif dalam memanfaatkan kondisi penurunan harga minyak mentah dunia.

Pasalnya, dengan penurunan harga minyak dunia maka banyak perusahan menahan untuk meningkatkan produksi, dengan begitu nilai kontrak untuk eksplorasi semakin menurun lantaran pihak kontraktor sedang membutuhkan proyek agar mampu menyokong eksistensi perusahaan.

Kondisi ini mestinya dimanfaatkan pemerintah untuk melakukan ekplorasi cadangan dengan melakukan drilling, sehingga ketika harga minyak dunia kembali menguat, Indonesia sudah mengetahui cadangan minyaknya dengan biaya eksplorasi yang murah.

“Pada saat seperti itu harusnya di eksplore, drilling saja untuk mencari minyak, berapapun pemerintah minta nego saja, kontraktor mau. Nanti pada saat harga minyak tinggi, kita udah punya data cukup banyak, potensinya sekian-sekian,” tuturnya di Jakarta, Rabu (20/4).

Selain itu tambahnya, pemerintah jangan hanya terfokus pada Migas, pemerintah juga mesti memanfaatkan biaya drilling yang rendah untuk mencari sumber-sumber panasbumi.

“Jangan tergantung pada Migas, tapi energi lain seperti EBT, karena dia nge-drilling geothermal,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka