Jakarta, Aktual.com – Pengesahan RUU Pengampunan Pajak “Tax Amnesty” dianggap lebih besar kemungkinan gagalnya. Ketimbang berhasil meraup penerimaan pajak seperti yang diharapkan pemerintah.

Disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo, IMF juga menyebutkan kalau negara yang berhasil lakukan tax amnesty hanya anomali. “Istilahnya, potensi gagalnya besar,” ujar politisi PDI-P itu, di Jakarta, Jumat (22/4).

Berdasarkan studi empiris, Indonesia memang sudah pernah punya pengalaman menerapkan tax amnesty. Yakni di tahun 1964, 1984 dan 2008 yang diikuti “sunset policy”.

Diakuinya, tax amnesty memang berdampak langsung terhadap besarnya penerimaan pajak di tahun tersebut. Tetapi peningkatan tersebut belum tentu akan berlanjut. “Justru penerimaan pajak kembali turun jika berkaca pada pengalaman sebelumnya,” ujar dia.

Mengambil keputusan dilanjutkannya pembahasan Tax Amnesty memang dilematis. Apalagi berdampak pada ekonomi yang stagnan. Sedangkan jika tax amnesty tidak diterapkan, dikhawatirkan menjadi langkah mundur yang luar biasa. “Ekonomi dalam ketidakpastian karena ini menyangkut kredibilitas pemerintah,” ujar Andreas.

Kebijakan ini, kata Andreas, memang sudah lama direncanakan dan pemerintah telah memberi peringatan sejak 2015. Bahkan sudah melibatkan berbagai pihak, seperti pengusaha untuk ikut memberi aspirasi terkait instrumen Tax Amnesty. Rencana kerja pemerintah termasuk rencana pengeluaran sudah dinaikkan karena potensi penerimaan pajak.

Lebih dari itu, pemerintah juga perlu menajamkan kembali tujuan utama disahkannya RUU Tax Amnesty yang saat ini masih dalam proses tarik-ulur pembahasan di Komisi XI DPR, yakni repatriasi modal. Agar repatriasi modal tercapai, Andreas menyarankan untuk memperhitungkan kembali skema tarif tebusan yang dinilai masih terlalu rendah dalam draft RUU Tax Amnesty.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara