Jakarta, Aktual.com — Melihat perkembangan Rancangan Undang Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang kemungkinan besar akan mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) tak tinggal diam dan angkat bicara.
Manager Advokasi FITRA, Apung Widadi kecewa dengan ide Tax Amnesty yang digulirkan oleh pemerintahan Jokowi, dia menyoroti bahwasanya telah terjadi kekeliruan penafsiran dalam argumentasi RUU Pengampunan Pajak.
“Pasal 23 A, hal tersebut bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945 pasal 23 dan 23 A tentang pengelolaan APBN dan Pemungutan Pajak. Dimana, pemungutan pajak dalam proses APBN sudah ada sistem hukumnya yang bersifat memaksa, bukan mengampuni,” kata Apung di Jakarta, Minggu (24/4).
Dia mengulas kebijakan pengampunan pajak yang pernah dilakukan pada tahun 1964 dan 1984 menemukan kegagalan dan hanya menjadi ajang keuntungan bagi pihak-pihak tertentu tanpa berdampak signifikan terhadap pendapatan negara.
Oleh karena itu, kebijakan kali ini akan menemukan kegagalan kembali karena pengampunan pajak menjadi fasilitas ‘karpet merah’ bagi konglomerat, pelaku kejahatan ekonomi, dan pencucian uang.
Kemudian yang paling ironis akibat kebijakan yang tidak berkeadilan ini akan semakin memperlebar jarak kemiskinan dan kesejahteraan antara elit dan jelata.
“RUU ini bertolak belakang dengan sistem hukum bahwa semua warga negara sama di depan hukum. Dan semua warga negara wajib membayar pajak sesuai dengan ketentuan. Hal ini akan terasa tidak adil yaitu masyarakat akan merasa membayar pajak sesuai dengan batasnya, namun justru orang kaya memdapatkan perlakuan khusus dari pemerintah. Jelas bahwa RUU ini
menguntungkan elit dan semakin memiskinkan jelata,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Nebby