Pengerjaan gedung 16 lantai yang akan digunakan untuk kantor lembaga anti rasuah itu telah memasuki tahap akhir. Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Jakarta, Aktual.com — Amran H Mustary selaku Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Amran diduga telah menerima uang yang jumlahnya lebih dari Rp 20 miliar, dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, untuk ‘mengamankan’ proyek jalan di wilayahnya.

“Kedua adalah AHM dia adalah Kepala BPJN Maluku dan Maluku Utara, diduga menerima hadiah atau janji dari AKH,” tutur Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, saat jumpa pers, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/4).

Oleh penyidik, Amran dikenakan Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan Abdul Khoir, Amran memiliki peran penting yang menjembatani Khoir dengan anggota Komisi V DPR RI. Ada uang Rp 8 miliar yang digunakan sebagai jasa agar perkenalan itu.

Bahkan, saat Komisi V melakukan kunjungan kerja ke Maluku, Amran juga meminta uang saku untuk para anggota dewan kepada Abdul Khoir sebesar Rp 455 juta. Tujuannya, agar anggota komisi V DPR yang mengikuti kunjungan kerja itu ‎menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku atau Maluku Utara.

Dan masih banyak penyerahan uang lagi dari Abdul kepada Amran. Dimana tujuannya adalah agar Amran memilih PT WTU sebagai penggarap proyek pengembangan jalan di Maluku dan Maluku Utara, yang anggarannya ratusan miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby