Terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Samadikun Hartono (tengah) dikawal Kepala BIN Sutiyoso (kedua kiri) serta pengawal lainnya usai turun dari pesawat di Bandara Halim PK, Jakarta, Kamis (21/4/2016) malam. Samadikun Hartono akhirnya ditangkap di Shanghai, China setelah buron selama 13 tahun terkait penyalahgunaan dana BLBI sebesar Rp 169,4 Miliar di tahun 2003.

Jakarta, Aktual.com — Mantan Buronan kasus kejahatan skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas nama Samadikun Hartono menjadi ‘maskot’ dan contoh nyata atas ketidakadilan apabila Tax Amnesty (pengampunan pajak) diberlakukan.

Pasalnya berdasarkan keputusan hukum inkrah, uang kejahatan Samadikun Hartono yang harus disita oleh negara sebesar Rp165 miliar, namun dengan melalui Tax Amnesty nantinya uang tersebut yang ditarik dari luar negeri hanya dipotong beberapa persen dan selebihnya akan dikembalikan kepada Samadikun Hartono.

“Ketika pulangnya Samadikun Hartono, inkrah hukum yang harusnya disita Rp165 miliar dari dulu yang kalau disesuaikan dengan kurs sekarang akan jauh lebih besar, maka itu tidak akan disita oleh negara, tapi bisa difasilitasi oleh tax amnesty hanya dipotong berapa persen, sisanya dikembalikan lagi kepada Samadikun, ini sangat menyakitkan hati takyat,” kata Manajer Advokasi FITRA, Apung Widadi saat deklarasi Gerakan Menolak Tax Amnesty di Jakarta, Jumat (29/4).

Selain itu dia menceritakan, ketika kasus Panama Paper terbongkar, Dirjen Pajak mengemukakan bahwa data yang dimilikinya lebih banyak dari apa yang termuat dalam Panama Paper.

Namun anehnya, pemerintah tidah melakukan penegakan hukum berdasarkan data itu, dan malah pemerintah berupaya menutupi dengan cara ‘menguburnya’ melalui kebijakan Tax Amnesty.

“Ini kegagalan pemerintah tidak mampu menegakkan hukum, padahal hukum perpajakan itu bersifat memaksa, tidak boleh orang sewenang-wenang tidak mau bayar,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka