Jakarta, Aktual.com — Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diminta untuk tidak meneruskan sidang atas terdakwa Yulian Paonganan alias Ongen atas dugan pelanggaran UU Pornografi dan UU ITE, karena surat dakwan Ongen cacat hukum.
Seperti dalam eksepsi yang dibacakan pengacara Ongen dimana surat dakwan tidak dapat diterima, karena penutut umum menyusun surat dakwan berdasarkan berkas perkara yang dibuat penyidik jelas mengandung unsur eror in procedure.
Eror yang dimaksud yaitu, pengabaian secara sengaja ketentuan pasal 56 ayat 1 KUHAP tentang tersangka sekarang terdakwa wajib didampingi penasahat hukum ketika diperiksa penyidik karena ancaman hukumannya di atas 5 tahun.
Kedua soal pengabaian secara sengaja tentang ketentuan pasal 65 jo pasal 114 jo pasal 116 ayat 3, 4 jo pasal 179 ayat 2 KUHAP tentang hak untuk mendatangkan saksi ahli pada tingkat penyidikan.
Yang paling terang benderang adanya kesalahan yaitu terdakwa tidak didampingi pengacara pada saat pemeriksaan ditingkat penyidikan pertama.
Pakar hukum pidana dari Universitas Tadulako Palu, Prof Zainudin Ali mengatakan itu adalah kesalahan besar. Hakim harus memutuskan bebas kepada saudara Ongen.
“Penyidik dan Jaksa telah melakukan kesalahan besar, maka hakim harus memutus bebas dalam putusan selanya nanti,” ujar Zainudin Ali saat dihubungi, Senin (2/5).
Hakim harus berani jujur dan berpihak kepada kebenaran. Wakil Ketua MUI ini pun mengatakan, hakim harus berani memutuskan yang benar adalah benar, yang salah katakan salah.
“Kalau hakim tidak berani memutuskan ini bebas demi hukum, hakim bisa masuk neraka,” ujarnya.
Apalagi sudah pernah terjadi di PN Jakpus, dimana hakim memutusakan bebas kepada terdakwa yang surat dakwaanya tidak memunuhi KUHAP karena tersangka tidak didampingi kuasa hukum.
“Jangan sampai putusan hakim nanti yang tidak berpihak kepada kebenaran akan melahirkan perlawanan dari masyarakat terhadap keputusan pengadilan, ini tentu membuat malu citra hukum kita,” tegasnya.
Sementara pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir mengatkan prinsif dasarnya adalah tersangka wajib didampingi pembela jika hukumannya di atas 5 tahun ini berlaku disemua perkara.
“Jika tuntutan di atas 5 tahun, wajib didampingi penasehat hukum, apalagi tersangka harus ditahan. Maka proses pemeriksaan tidak sah, jika tidak didampingi penasehat,” ujar Mudzakir saat dihubungi terpisah.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby