Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdulah mengatakan, jika kondisi korban penggusuran di Pasar Ikan lebih menyedihkan daripada kondisi pengungsi Rohingnya di Medan, Sumetra Utara.
“Ada 740 orang dan tendanya cuma satu dari TNI AL. Rohingnya cukup baik di Medan tempat pengungsinya, ada sekolah juga,” ucap Ikhsan di Kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (2/5).
Sebabnya, pihaknya akan menjembatani Pemprov DKI dengan warga melalui surat yang akan ia sampaikan kepada Pemprov.
“Kami bersurat untuk berdialog dengan Pemda DKI. Kalau ditata bagus, tapi peruntukannya jangan untuk orang lain,” jelas dia.
Mengenai pelayangan surat tersebut, Ikhsan menjelaskan bahwa pihaknya akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli pertanahan.
“Kami lagi mengundang ahli pertanahan, saya minta beberapa rekan di UI (Universitas Indonesia) untuk kami undang, setelah komprehensif, kami gulirkan suratnya,” ujarnya.
Ikhsan menjelaskan, pihaknya ingin menjembatanj permasalahn tersebut dikarenakan ada permintaan langsung dari warga Akuarium, Pasar Ikan untuk bisa dijembatani bertemu dengan pihak Pemprov DKI.
“Mereka berharap MUI bisa jadi payung hukum melindungi warga,” ungkap Ikhsan.
“Warga saat ini merasa dizalimi karena hak-haknya di campakkan,” sambung dia.
Lebih lanjut, Ikhsan menjelaskan, bahwa pihaknya tidak sedang menabuh genderang perang terhadap Pemprov DKI dalam melakukan penataan. Ia mengakui jika penataan itu perlu dan bisa membawa kemaslahatan bagi warga.
Namun, jelas Ikhsan, hal-hal mengenai cara penataannya perlu dipikirkan lebih dalam, tidak serta merta menggusur adalah jalan terbaik. Dimana warga harus terpenuhi hak-haknya.
“Kami konsern untuk mencari kemaslahatan yang lebih besar lagi. Ya penataan untuk kemaslahatan, tapi tentu mesti dicari kemaslahatan yang lebih besar dari ini,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby