Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut bahwa praktik suap yang menjerat Panitera sekaligus Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, berkaitan dengan pengurusan perkara anak perusahaan Lippo Grup, PT Kymco Lippo.

“Iya, salah satu dugaannya adalah sengketa perkara Kymco,” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi, Senin (9/5).

Kaitan Lippo Grup dengan kasus suap Edy ini, tidak lepas dari adanya pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK terhadap Komisaris PT Metropolitan Tirta Perdana bernama Heri. PT Metropolitan sendiri tercatat sebagai salah satu pemegang saham di Kymco.

Tak sampai disitu, hubungan antara kasus suap Edy dengan Lippo juga dibenarkan oleh Panitera Muda Niaga PN Jakpus, Djoko Santoso. Usai menjalani pemeriksaan, Djoko mengaku ditanya mengenai perusahaan Kymco Lippo serta PT Metropolitan Tirta Perdana.

“Ditanya soal perusahaan PT Metropolitan Tirta Perdana, ditanya soal Kymco. Saya bilang saya gak tahu,” ujar dia.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Kymco sempat dimohon pailit oleh sejumlah kreditur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Permohonan pailit tersebut pun dikabulkan oleh pengadilan, bahkan hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK).

Kymco diharuskan membayar terhadap pihak penggugat pailit dalam batas waktu yang telah ditentukan. Namun, hal itu tertunda lantaran Kymco mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Dugaannya, terjadi suap-menyuap dalam mengajukan PKPU tersebut, lantaran batas waktu pengajuannya telah lewat. Hal tersebut diduga yang menjadi dasar terjadinya suap kepada Edy Nasution.

Seperti diketahui, Edy Nasution terungkap menerima suap usai tertangkap tangan oleh KPK pada 20 April 2016 lalu. Dia ditangkap usai menerima uang dari seseorang bernama Doddy Ariyanto Supeno sebesar Rp50 juta.

Edy Nasution dijanjikan uang senilai Rp500 juta oleh Doddy. Uang itu adalah imbalan jika Edy Nasution bersedia mengurus perkara yang didaftarkan ke PN Jakpus.

Usai penangkapan itu, pihak KPK langsung bergerak cepat. Salah satunya adalah dengan menggeledah sejumlah tempat, termasuk kantor dan rumah milik Sekretaris MA, Nurhadi. Saat menggeledah kediaman Nurhadi, pihak KPK menemukan uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai Rp1,7 miliar.

Belum diketahui juga keterkaitan Nurhadi pada kasus ini. Namun, KPK menduga bahwa Nurhadi pernah berkomunikasi dengan beberapa pihak dari Lippo.

Artikel ini ditulis oleh: