Jakarta, Aktual.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah masyarakat miskin yang tak dapat mengakses sektor perbankan (unbankable) masih tinggi, mencapai 64 persen. Hal ini terjadi karena masalah agunan yang tak dimiliki mereka.
Sehingga banyak dari kalangan miskin termasuk mereka yang ikut mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencari pendanaannya ke lintah darat.
“Hal ini masih menjadi perhatian OJK, karena banyak UMKM kita, terutama kalangan mikro yang tidak dapat mengakses permodalan ke bank (unbankable), sebanyak 64%,” tutur Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Firdaus Jaelani, di Jakarta, Senin (9/5).
Pasalnya, kata dia, penyaluran pinjaman di bank memang ketat. Sehingga tidak semua permohonan permodalan itu dipenuhi. Karena dana yang dipinjamkan itu dana masyarakat, maka bank harus hati-hati.
“Tapi pertanyaannya, kenapa masih unbankable? Karena dia tidak punya agunan, sekalipun asetnya itu ada. Padahal para UMKM dan petani itu butuh modal,” terangnya.
Untuk itu, kondisi tersebut harus menjadi perhatian pemerintah. Selama ini aset yang dimiliki mereka hanya motor yang bisa diagunkan, karena ada BPKB-nya. Tapi bagi petani yang memiliki kerbau justru tidak bisa. Padahal kerbau bagi petani itu aset bagus.
“Kalangan petani yang punya ternak, seperti kerbau, sapi justru tidak bisa diagunkan. Makanya pemerintah harus memberikan sertifikat. Termasuk juga tanah yang turun temurun dari nenek moyangnya,” tegas Firdaus.
Memang kabarnya, lanjuta dia, Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah memberikan, tapi kurang massal. Karena persoalan agunan itu dan persoalan unbankable semata-mata persoalan industri jasa keuangan.
Makanya saat ini, OJK terus meminta pihak pemerintah untuk melakukan sertifikasi para petani yang mempunyai tanah, ternak dan lainnya. Sehingga jika mereka gagal panen atau ternak mati bisa diasuransikan.
“Sekarang sudah mulai nih kita lakukan di beberapa kabupaten untuk mensertifikasi (tanah/ternak) agar mereka bisa mengakses keuangan,” tegasnya.
Dengan kondisi demikian, maka tak aneh jika banyak orang miskin yang menggantungkan permodalannya ke lintah darat. Karena tidak perlu pakai agunan. Tapi masalahnya suku bunga lintah darat sangat tinggi. Padahal di beberapa negara lain, mestinya suku bunga lintah darat atau rentenir maksimal 20%.
“Tapi pemerintah tidak bisa mempidanakan lintah darat. Saya pernah berkunjung ke beberapa negara. Di sana ada aturan, siapapun yang memberi pinjaman di luar perbankan itu maksimal 20% diatas bunga bank. Tapi di kita tidak,” paparnya.
Untuk itu, OJK terus mendorong program Laku Pandai, layanan mikro, mengajak masyarakat untuk menabung program simpel dan sebagainya. Sebab OJK berharap masyarakat kelas bawah dapat menabung sedini mungkin. Termasuk juga mendorong program kredit usaha rakyat (KUR) lebih besar lagi.
“Karena KUR ini bunganya disubsidi oleh bank. Jadi UKM yang pinjamannya di bawah Rp25 juta bisa tanpa agunan, sepanjang Anda punya prospek, maka bisa ajukan bunganya 9%,” pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh: