Jakarta, Aktual.com — Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku selama ini cukup banyak perusahaan nakal yang coba mengelabui sertifikasi halal dengan beragam modus untuk menipu pihak auditor dari MUI.

Proses mengelabui para auditor MUI itu dilakukan secara kucing-kucingan. Sehingga diakui MUI susah untuk dibuktikan secara pasti di lapangan bahwa bahan baku suatu produk itu termasuk halal atau tidak.

“Kami tahu hal itu setelah ada laporan dari mantan karyawan (perusahan nakal) tersebut,” tegas Wakil Direktur LPPOM MUI, Muti Arintawati, saat di acara pemberian Sistem Jaminan Halal kepada PT Unilever Indonesia Tbk, di Jakarta, Selasa (10/5).

Dia bercerita, dari laporan itu diketahui ada bahan baku yang haram digunakan padahal perusahaan itu sudah mendapat sertifikasi halal.

“Jadi ketika tim auditor kami datang, mereka meraciknya dengan menggunakan bahan baku halal. Tapi begitu kami pergi mereka menggantinya dengan bahan baku haram,” keluh dia.

Atas laporan tersebut, pihaknya pun langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) tak hanya terhadap perusahaan tersebut, tapi juga terhadap perusahaan-perusahaan lain yang memiliki track record yang tidak baik.

“Makanya kami akan terus melakukan pengawasan yang lebih baik lagi. Dan kontrol juga terus ditingkatkan terutama untuk perusahaan nakal tersebut,” ujarnya.

Namun begitu, pihaknya tidak terlalu tegas menjawab ketika ditanya terkait sanksi perusahaan tersebut.

“Sebenarnya selama ini kami andalkan sistem. Karena tidak mungkin satu orang dari MUI untuk ‘tongkrongi’ selama 24 jam. Tidak begitu. Selama ini kami percaya sistemnya,” jelas Muti.

Dia menyebutkan, kepatuhan akan unsur halal harus dilakukan secara menyeluruh. Mulai dari formula dan bahan baku, suplai bahan baku, proses produksi dan fasilitas, hingga proses distribusi harus memenuhi ketentuan halal yang ditetapkan LPPOM MUI.

Akan tetapi, Muti sendiri enggan menyebutkan nama perusahaan nakal tersebut, atau minimal menyebutkan seberapa banyak perusahaan nakal yang kerap mengelabui sertifikasi halal tersebut.

“Kami tidak bisa menyebutkan perusahaannya. Tapi yang jelas yang paling banyak itu ada di sektor mamin (makanan dan minuman),” imbuh Muti.

Selama ini sebagai salah satu sistem yang sudah berjalan, MUI juga meminta ke setiap perusahaan untuk melakukan internal control dan internal audit yang harus dilaporkan setiap enam bulan sekali.

“Kami dari MUI tetap akan berusaha untuk memastikan rasa aman dan nyaman bagi konsumen. Apalagi dengan mayoritas muslim ini, maka isu halal itu sangat sensitif,” kata dia.

Selain itu, pihaknya juga menuntut ke setiap perusahaan agar bertanggung jawab dengan sertifikasi halalnya itu.

“Isu halal itu menjadi tanggung jawab perusahaan. Dan mestinya akan menentukan reputasi perusahaan. Kalau perusahaan besar seperti Unilever (PT Unilever Indonesia Tbk) pasti konsisten dengan isu halal ini,” tutup Muti.

Artikel ini ditulis oleh: