Jakarta, Aktual.com — Inisiator Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan pemilihan Ketua Umum Partai Golkar melalui jalur aklamasi dapat memicu kembali konflik partai beringin layaknya yang terjadi pada Munas 2014.

“Adanya gerakan pengondisian agar proses pemilihan Ketua Umum dilakukan secara aklamasi, menunjukkan indikasi adanya upaya pengulangan perilaku politik buruk yang menjadi pemicu konflik pada Munas Bali 2014,” ujar Doli di arena Munaslub Golkar di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Sabtu malam (14/5).

Menurut dia, pihak-pihak yang berusaha untuk memaksakan kehendak itu seperti tidak memahami realitas politik yang berkembang dalam era reformasi dan juga realitas yang ada pada Munaslub kali ini.

“Pemilihan Ketua Umum di Partai Golkar yang pernah ada sejak era reformasi, yang dilakukan secara demokratis melalui pemilihan berazaskan langsung umum bebas rahasia, menjadi modal pendorong tumbuhnya demokrasi dan keterbukaan dalam tubuh Partai Golkar,” jelas dia.

Dia mengingatkan, Munaslub saat ini telah melahirkan delapan bakal calon ketua umum, sehingga atut dipertanyakan bila aklamasi akan mengesampingkan tujuh calon lain.

“Aklamasi tentu sulit, kecuali bila semua kandidat setuju. Tapi kalau mereka semua setuju, lantas mereka untuk apa maju sebagai calon ketua umum,” kata dia.

Doli berpendapat, demi keutuhan partai, konsistensi berfikir dan bertindak, serta menegakkan terus budaya berdemokrasi, maka sebaiknya pemilihan ketua umum dilakukan dengan sistem yang telah dipahami yakni voting.

Sebelumnya sempat bergulir wacana aklamasi dalam pemilihan Ketua Umum Golkar dalam Munaslub. Selain itu muncul juga wacana koalisi antara sejumlah kandidat guna memperkuat perolehan suara.

Munaslub Partai Golkar telah di buka Sabtu malam ini oleh Presiden Joko Widodo.

Masing-masing kandidat calon Ketua Umum Golkar telah memperoleh nomor urut antara lain Ade Komarudin nomor urut 1, Setya Novanto (nomor 2), Airlangga Hartarto (nomor 3), Mahyudin mendapat (nomor 4), Priyo Budi Santoso (nomor 5), Aziz Syamsuddin (nomor 6), Indra Bambang Utoyo (nomor 7), dan Syahrul Yasin Limpo (nomor 8).

Artikel ini ditulis oleh:

Antara