Jakarta, Aktual.com — Polda Metro Jaya menangani kasus sengketa lahan eks kantor PDI Perjuangan di Jalan Pacenongan Nomor 40 Jakarta Pusat antara ahli waris Sjech Ali bin Abdollar bin Awab dengan PT Multi Aneka Sarana.

“Saya dituduh telah memasuki pekarangan rumah orang,” kata salah seorang ahli warisnya, Luthfi Altaway di Jakarta, Minggu (15/5).

Kepolisian sendiri bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada Kamis (12/5) telah melakukan pengukuran di atas lahan seluas 3.120 meter persegi tersebut.

Ia mengaku bingung dituding telah memasuki rumah orang lain, padahal sama sekali tidak menjual tanah milik orang tuanya.

Tiba-tiba saja muncul sertifikat dari PT Multi Aneka Sarana menyatakan dia telah membeli tanah itu dari PTPN XI, katanya.

Sebenarnya PTPN XI itu menyewa lahan itu pada 1978 selama 20 tahun namun pada 1989 perusahaan negara itu membuat sertifikat tanahnya yang kemudian menjualnya kepada PT Multi Aneka Sarana.

Hal itu berdasarkan SGHB Nomor 1444/Kebon Kelapa namun setelah ditelusuri ternyata SGHB itu dilihat dari riwayatnya bukan berasal dari tanah miliknya melainkan beralamat di Jalan Nusantara Nomor 19-19A, Jakarta Pusat.

Memang luas tanah itu sama dengan tanah milik saya, tapi SGHB 1444 itu berada di Jalan Nusantara. Luasnya 3.120 meter persegi, tegasnya.

Ia menceritakan orang tuanya Syech Ali merupakan pemilik tanah eigendom verponding Nomor 8923 yang saat itu di Jalan Pacenongan Nomor 38 dan 40.

“Namun tanah dan bangunan yang di Jalan Pacenongan Nomor 38 telah dijual kepada PT Dagang Megah Berlian,” katanya.

Bangunan milik Syech Ali termasuk bangunan yang dalam penguasaan Gubernur DKI Jakarta dan berdasarkan Surat Izin Penghunian (SIP) Nomor UN.1.01/00001/12/80 tanggal 20 Januari 1978 yang diterbitkan oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta.

Seluruh bangunan milik Syech Ali itu disewa sebagai kantor oleh PT Perkebunan hingga perusahaan BUMN itu tidak memerlukan lagi pada 28 Januari 1999. “Pengajuan pemutusan hubungan sewa-menyewa atas bangunan tersebut, disampaikan kepada Dinas Perumahan DKI,” katanya.

Bahkan bangunan itu sempat digunakan sebagai kantor PDIP yang pertama kali sebelum pindah ke Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Pada akhir 2008, seluruh bangunan yang ada dirusak total hingga rata dengan tanah kemudian pihaknya melaporkan ke kepolisian namun sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan