Jakarta, Aktual.com — Maraknya kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan di beberapa daerah undang keprihatinan sejumlah kalangan. Tidak terkecuali Network for Education Watch Indonesia (NEW Indonesia) atau Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang juga melakukan pemantauan kekerasan seksual pada anak dari segi pendidikan yang ada saat ini.

“Kasus kekerasan seksual pada anak tidak serta merta terjadi begitu saja. Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan seksual tersebut,” kata Koordinator Nasional NEW Indonesia, Abdul Waidl dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, di Jakarta, Minggu (15/5).

“Seperti, maraknya pornografi dan tidak dibarengi dengan pendidikan seks, pola pendidikan sekolah yang tidak mengedepankan pendidikan moral dan karakter, peredaran dan pengaruh minuman keras sampai masalah rendahnya partisipasi masyarakat terhadap pendidikan dan kemiskinan struktural, dituduh menjadi penyebab dibalik kekerasan seksual tersebut,” papar dia menambahkan.

Dikatakan dia, saat ini konsep pendidikan di Indonesia lebih mengedepankan nilai (nilai angka) daripada karakter (nilai kehidupan), pendidikan justru terjebak dalam konsep yang ‘memenjarakan’ daripada yang ‘memerdekakan’.

Padahal, sambung Abdul Waidl, sudah seharusnya konsep pendidikan di Indonesia lebih mengedepankan karakter dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi pertumbuhan dan pembentukan moral setiap individu (tidak hanya siswa) yang terlibat dalam dunia pendidikan.

“Individu yang bermoral dapat menghargai nilai kemanusiaan dan akan berdampak mengurangi tindak kekerasan, baik di lingkungan sekolah dan di luar sekolah,” sebut dia.

Diakui, pemerintah sudah berupaya melakukan pencegahan tindak kekerasan melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan yang sudah menerbitkan Permendikbud Nomor 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

“Sayangnya kebijakan ini belum berjalan optimal, baik di tingkat sekolah, pemerintah daerah termasuk pemerintah pusat. Bahkan, sebagian besar sekolah belum mengetahui mengenai peraturan tersebut,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang