Jakarta, Aktual.com — Pengamat tata negara Yudi Latief mengatakan terdapat kecenderungan kota-kota dengan Perda Syariah/Islami tidak mempraktikkan nilai Islam itu sendiri, bahkan cenderung tidak menggarap kebutuhan masyarakat terhadap keamanan, kesejahteraan dan kebahagiaan.
“Indeks Kota Islami (IKI) ini, meskipun ada yang perlu disempurnakan, menunjukkan bahwa kota di Indonesia dengan Perda Syariah/Islaminya tidak lantas menjadikan suatu kota ber-IKI tinggi,” kata Yudi usai menjadi penanggap publikasi Indeks Kota Islami oleh Maarif Institute di Jakarta, Selasa.
Yudi mencontohkan kota dengan Perda Syariah seperti Banda Aceh, Padang, Tasikmalaya dan Tangerang tidak masuk 10 besar ber-IKI tertinggi.
Justru kota-kota tanpa Perda Syariah menempati lima besar seperti Yogyakarta dengan indeks 80,64, Bandung (80,64) Denpasar (80,64), Bengkulu (78,40) dan Pontianak (78,14).
Menurut dia, terdapat hal yang menarik terkait Denpasar yang masuk tiga besar kota dengan skor IKI tinggi. Kota yang mayoritas warganya beragama Hindu ini ternyata mampu mempraktikkan nilai ke-Islaman dengan tiga tolok ukur IKI.
Di antara tolok ukur itu adalah kota dengan indeks keamanan, kesejahteraan dan kebahagiaan.
“Ini menunjukkan tidak ada kesesuaian klaim akan kota agamis dengan fakta secara substantif. Kota yang secara formal menggunakan Perda Syariah tetapi secara obyektif belum mampu menciptakan ruh kota Islami, yaitu kota yang aman, sejahtera dan bahagia,” tuturnya.
Lebih lanjut dikatakannya, adanya klaim terhadap kota religius terkadang menjadi persoalan baru bagi kepala daerah dan jajarannya untuk mengalihkan perhatian masyarakat terhadap pelayanan publik yang paling dibutuhkan.
“Akhirnya kepala daerah tidak melayani kesejahteraan. Ada persoalan pelayanan publik yang belum baik kepada masyarakat dan ditutupi dengan klaim formal sebagai kota religius,” imbuhnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Nebby