Semarang, Aktual.com —  Kota Semarang ditetapkan masuk zonasi merah terhadap tingginya angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dari 34 wilayah lain se-Jawa Tengah. Angka itu disusul wilayah Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Semarang.

Direktur Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), Dian Puspitassari mengatakan bahwa, tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hanya 10 % yang berhasil dimeja hijaukan.

Menurutnya, banyak faktor kekerasan tersebut diselesaikan melalui ranah hukum, salah satunya internal keluarga korban yang tidak ingin masalah tersebut tersebar karena bersifat sensisitif bagi korban dan keluarga.

Selain itu, kata dia, faktor lain yang mendapatkan perhatian dari pemerintah adalah infrastruktur. Dianggap, minim penerangan berpotensi rawan terjadi tindak kejahatan.

“Infrastruktur juga penting, jalan gelap dan sepi itu bahaya, transportasi umumnya juga belum bisa berikan rasa aman dan nyaman bagi perempuan” kata Dian, di Semarang, Selasa (16/5).

Data bulan Mei 2016, tercatat dari 413 total jumlah kasus kekerasan, 325 diantaranya menimpa kaum perempuan. Diiringi pula kenaikan anggaran untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mencapai Rp 7,9 miliar yang lebih tinggi dari tahun 2015 senilai Rp 3,2 miliar.

Menanggapi itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membenarkan Kota Semarang menjadi salah satu wilayah yang masuk dalam kategori wilayah dengan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Tengah.

“Wonosobo, Kendal, Kota Semarang dan Kabupaten Semarang masuk zona merah, artinya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di situ tinggi” kata Ganjar.

Ganjar mengklaim tahun 2015 lalu angka kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di Jawa Tengah mencapai 2.466 kasus. Dari data tersebut menurut Ganjar 1.971 dianataranya dialami oleh perempuan dan sebanyak 757 kasus merupakan kekerasan seksual.

“cukup miris bahwa banyak ditemukan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, bahkan sebagian adalah kekerasan seksual” kata pria yang khas dengan rambut putihnya tersebut.

Ia juga mengatakan anggaran tersebut digunakan untuk operasional beberapa SKPD, karena masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak ia anggap bukan hanya menjadi tugas dari Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB), namun lebih bersifat multisektoral, terlebih angka kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap tahun terindikasi mengalami peningkatan.

“anggaran itu untuk banyak SKPD, soalnya ini bukan masalah sektoral, harus melibatkan banyak pihak karena angkanya (kekerasan terhadap perempuan dan anak) ada indikasi meningkat,” tutup Ganjar.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby